Amiman: Saya Diganti Karena Tidak Bisa Disetir

Ramon Amiman, RS Bethesda, GMIM, Yayasan Medika
Dr Ramon Amiman didampingi dr Maryo Moningka SpRad dan dr Ellaine Wenur MKes

TOMOHON, (manadotoday.co.id)–Direktur Rumah Sakit Bethesda Tomohon yang baru saja dinonaktifkan oleh Yayasan Medika Dr dr Ramon Amiman mengungkapkan, dirinya bersama dua wakil direktur masing-masing dr Maryo Moningka SpRad (Penunjang Medis) dan dr Ellaine Wenur MKes (Pelayanan Medik dan Keperawatan) diganti karena tidak bisa disetir mengikuti kemauan pihak yayasan maupun pembina.

Menurut Amiman, dirinya memang tidak mau membuat kebijakan atau sesuatu yang merugikan rumah sakit yang dipimpinnya.

”Jika ada yang merugikan rumah sakit saya lawan. Saya tidak ingin rumah sakit yang saya pimpin dirugikan hanya karena kebijakan yang tidak pada tempatnya,” kata Amiman didampingi Moningka dan Wenur kepada wartawan Senin (24/1/2022).

Sejak dilantik pada 28 Oktober 2019, sudah banyak yang dilakukan pensiunan polisi ini. Maklum, pengalaman selama 15,5 tahun dinas di Bidang Kedokteran
dan Kesehatan (Dokkes) kepolisian, banyak yang ditimba dari situ.

Awal menahkodai RS Bethesda, Amiman mengaku agak kesulitan karena harus membangkitkan rumah sakit yang boleh dibilang dalam kondisi sekarat.

Selain hutang ke kimia Farma, RS Bethesda juga punya hutang sekira Rp7 Miliar di bank, Koperasi Bethesda (Kobeth), pihak ketiga dan pengadaan alat kesehatan (Alkes).

”Kami sebagai direksi berpikir keras bagaimana agar rumah sakit ini tidak kolaps. Omzet hanya untuk maintenance. Dilakukanlah efisiensi dan menetapkan prioritas yang akan dilakukan,” jelas mantan Kabid Dokes Polda Papua ini.

Pelan namun pasti, Januari 2020 omzet mulai naik dan mencapai Rp6 Miliar sehingga sudah bisa membayar hutang walaupun masih yang menjadi prioritas.

Upaya melepaskan diri dari ketergantungan terhadap Kimia Farma terus dilakukan. Hasil kerja keras, akhirnya akhir tahun 2020 secara keuangan RS Bethesda sudah sehat. Direksi dan karyawan sudah saling memahami sehingga pekerjaan menjadi lebih ringan karena kerja tim.

”Sumber daya manusia menurut saya adalah aset yang paling penting. Tanpa sumber daya manusia yang bagus, tentunya tak akan berkembang,” kata aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) semasa muda ini.

Sumber daya manusia lanjutnya, bukan hanya pelengkap tapi yang utama. Untuk itu, karyawan harus sejahtera agar motivasi kerja meningkat.

Januari 2020, tunjangan struktural dinaikkan. Gaji tenaga kontrak yang sebelumnya Rp1,4 juta menjadi Rp2 juta.

Tahun 2020 juga, pihak direksi menyampaikan proposal kepada Yayasan Medika untuk pengembangan fasad (eksterior/sisi luar bangunan terutama bagian depan) dan sentral gas. Anggaran fasad sebesar Rp1,5 Miliar.

Di tahun 2020 itu juga terjadi pergantian pengurus yayasan. Muncullah apa yang tidak pernah diharapkan pihak rumah sakit.

Pertama, setelah dilakukan registrasi aset berupa kendaraan, pihak yayasan mengambil 2 unit, masing-masing satu kendaraan operasional dan satu kendaraan merek Toyota jenis Chamry yang digunakan sebagai kendaraan operasional oleh wakil direktur.

Sebulan kemudian, muncul surat dari yayasan yang isinya menghentikan insentif direksi sebesar 3 persen pendapatan. Padahal, itu merupakan aturan yang diberlakukan oleh pengurus yayasan lama yang disepakati dengan pihak rumah sakit. Padahal itu sudah sejak pengurus yayasan lama dan tinggal dilanjutkan.

Insentif kemudian dihentikan sejak Desember 2020 hingga Desember 2021. Kendati begitu, direksi tetap semangat bekerja.

”Kenapa saya katakan sulit disetir? Resistensi pihak yayasan muncul saat saya tidak setuju dengan yang namanya pelangaran kesepakatan. Sentralisasi yang disepakati Rp3,25 Miliar pertahun akhirnya menjadi Rp4,2 Miliar pertahun,” jelas Amiman panjang lebar.

Namun hingga akhir 2021, pihak rumah sakit membayar lunas sesuai permintaan yayasan.
Begitupun dengan TGR yang diberlakukan karena mengambil insentif 3 persen, yang seharusnya masuk ke rekening rumah sakit, ditransfer ke rekening yayasan.

Padahal menurutnya, di awal ia menjadi direktur, sentralisasi hanya Rp50 juta perbulan, yakni Rp30 juta untuk Pembina atau Badan Pekerja Majelis Sinode (BPMS) dan Rp20 juta untuk Yayasan Medika.

Selama memimpin RS Bethesda, Amiman menaikkan standar gaji karyawan, menaikkan tunjangan struktural dan pengadaan seragam maupun pakaian olahraga yang tidak terjadi sebelumnya.

”Sebagai pensiunan polisi, saya terus menunjukkan loyalitas kepada atasan. Asalkan yang masuk akal, bukan loyalitas buta. jika merugikan rumah sakit yang saya pimpin, saya lawan. Saya pimpin Rumah Sakit Bethesda bukan semata-mata kemauan saya tapi diminta oleh sinode dan yayasan,” kunci Amiman. (ark)