Kejari Minahasa Sukses Redam Potensi Pertikaian Lewat Restorative Justice

Kejari Minahasa Sukses Redam Potensi Pertikaian Lewat Restorative Justice

MINAHASA, ( manadotoday.co.id) – Apresiasi untuk Kejaksaan Negeri Minahasa yang dipimpin Kajari Diky Oktavia SH MH.

Program restorative justice (RJ) yang intinya penyelesaian konflik hukum di luar pengadilan dengan memediasi tersangka dan saksi korban berhasil digelar pada Selasa (27/9/2022) lalu di Kejari Tondano.

Mediasi yang dilakukan pihak Kejari Minahasa ini melibatkan Yoel Kairupan dan Jordan Saerang. Keduanya seusia 19 tahun juga berasal dari desa sama Wolaang Kecamatan Langowan Timur namun berbeda jaga atau lingkungan tempat tinggal.

Ceritanya, sebagaimana BAP, pada 30 Juli 2022 tepatnya hari Sabtu pukul 23.30 Wita, Yoel menuju ke lokasi pasar malam di Desa Liba Kecamatan Tompaso. Namun sebelumnya dia telah menenggak miras berjenis cap tikus di rumahnya. Setibanya di lokasi, Yoel bersenggolan dengan Jordan. Sudah dipengaruhi minuman keras, Yoel seakan terpancing emosinya dan berucap.

“Nantang kamu ya.”Lalu, Jordan pun membalas.’’ Kamu yang senggol duluan.’’

Tersangka sepertinya mulai terpancing emosinya. Ia pun sontak kembali pulang ke rumah dan mengambil pisau jenis badik dan kemudian kembali ke pasar malam mencari saksi korban Jordan. Ketika Yoel mendekati saksi korban, Jordan pun menjauh dengan berlari.

“Jangan lari ku bunuh kau,’’ ancam Yoel sambil mengacungkan pisau. Untung saja Yoel tak mengejar saksi korban.

Namun, kejadian itu akhirnya bermuara ke pihak Kejari Minahasa dan Yoel pun terkena pasal 355 ayat 1 KUHP tentang pengancaman.
Menurut Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Minahasa Diky Oktavia SH MH melalui Kasie Intel Yosi Korompis SH pada 16 September 2022 pengajuan RJ pun dikaji.

Dan, atas pengajuan pihak Kejari Minahasa akhirnya Jaksa Pidana Umum Kejagung menyetujui diberlakukannya RJ dan pada 27 September dilakukanlah mediasi antara Yoel dan Jordan di Kejari Minahasa difasilitasi penuntut umum Parmanto SH.

“Ada beberapa hal yang jadi pertimbangan antara lain tersangka Yoel baru kali ini terlibat tindak pidana. Kemudian tindak pidana hanya diancam pidana denda dan tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, saksi korban tidak keberatan dan sudah memaafkan tersangka. Dan, telah ada kesepakatan damai secara lisan dan tulisan di hadapan JPU dan para saksi pada 16 September 2022,’’ terang Korompis, jaksa jebolan salah satu universitas ternama di Jakarta, Atmajaya.

Karenanya, lanjut Korompis, perselisihan ini pun dianggap selesai dengan melihat unsur-unsur di atas tadi.

Untuk diketahui RJ merupakan program alat penegak hukum termasuk Kejaksaan Agung yang dengan menerbitkan kebijakan mengenai keadilan restoratif melalui Peraturan Jaksa Agung (PERJA) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.

Dasarnya pada Pasal 2 Perja Nomor 15 tahun 2020, pertimbangan untuk melaksanakan konsep keadilan restorative dilaksanakan berdasarkan asas keadilan, kepentingan umum, proporsionalitas, pidana sebagai jalan terakhir, dan asas cepat, sederhana, dan biaya ringan. Dan penuntut umum berwenang menutup perkara demi kepentingan hukum salah satunya karena alasan telah ada penyelesaian perkara di luar pengadilan.

Korompis menjelaskan, keadilan restorative memberi keseimbangan dalam proses peradilan pidana sebagaimana ditegaskan Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin.

Karenanya, keadilan bakal muncul saat perdamaian dan harmoni di masyarakat serta pelaku kejahatan dapat diterima di masyarakat.

‘’Jadi jika sudah berkali-kali melakukan tindak pidana dan tidak adanya kesepakatan damai antara pihak yang berselisih maka tentunya ini bukan lagi ranah restorative justice,’’ ungkap jaksa Korompis. (ram)