Samisade, Dari Minahasa Tenggara Untuk Indonesia Hebat

Oleh: Adri Mamangkey

Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap
Bupati Minahasa Tenggara James Sumendap

SALAH satu program unggulan pemerintahan Jokowi- JK yang tertuang dalam 9 agenda prioritas yang dikenal dengan Nawa Cita adalah Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. Program prioritas itu diwujudkan dengan menggelontorkan dana APBN ke desa dan dikelola pemerintah dan masyarakat desa. Selain dana desa dari APBN, juga ada Alokasi Dana Desa (ADD) jumlahnya 10 persen dari APBD kabupaten /kota.

Sejak digulirkan pada tahun 2015, program ini mampu menggairahkan pembangunan dan ekonomi di desa. Sebelum Jokowi berkuasa, desa biasanya hanya mengelola dana puluhan juta, kini mendapat suntikan dana ratusan juta sampai miliar setiap tahun untuk membangun berbagai infrastruktur di desa, seperti jalan, irigasi, sanitasi dan pembangunan infrastuktur lainnya untuk mendorong perekonomian desa. Hebatnya lagi, dana ini dikelola langsung desa sehingga membuat masyarakat seolah bangkit kembali dari ‘ketidakberdayaan’ karena selama Indonesia merdeka, baru pemerintahan Jokowi desa benar-benar menjadi fokus pembangunan untuk mencapai Indonesia yang sejahtera dan berdaulat.

Pemerintahan Jokowi sudah menyalurkan dana desa sekitar Rp 130 triliun, dengan rincian sebesar Rp20,76 triliun pada 2015, kemudian meningkat menjadi Rp 46,9 triliun pada 2016, dan Rp 60 triliun pada tahun ini. Terus meningkatkanya alokasi dana desa ini menunjukkan komitmen yang kuat dari Jokowi tentang pemberdayaan masyarakat pinggiran dan desa.

Memang harus diakui, masih banyak pro kontra dalam pelaksanaan program ini, tapi lebih pada teknis pelaksanaanya yang perlu dievaluasi agar kebijakan politik pemerintah yang sudah terbukti mampu membuat ekonomi pedesaan menggeliat berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Program dana desa ini terus disempurnakan pemerintah sehingga dana desa tak hanya fokus pada pembangunan infrastruktur, tapi juga untuk membangun kemandirian ekonomi masyarakat desa melalui pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) . Lembaga ini menjadi wadah membangun ekonomi desa dengan membentuk unit usaha pertanian, peternakan, kerajinan UMKM, dan sumber daya ekonomi lainnya. Juga bisa membentuk unit usaha simpan pinjam, penyewaan alat-alat, termasuk unit usaha jual beli/perdagangan. Karena itu diharapkan, bila pengelolaan BUMDes baik, maka desa-desa akan memiliki unit usaha yang setara dengan perusahaan besar, sehingga terbebas dari cengkraman pemodal besar yang sering mengarahkan masyarakat desa berperilaku konsumtif tapi tidak memberi ruang untuk masyarakat menjadi kuat dan mandiri secara ekonomi.

MULAI DILIRIK NEGARA LAIN

Program pembangunan berbasis pedesaan yang dilaksanakan Jokowi-JK ini ternyata mulai mendapat perhatian negara lain. Sebab program radikal Jokowi ini, dinilai sangat efektif untuk membangun ekonomi rakyat desa yang merupakan tumpuan ekonomi nasional. Sebut saja Vietnam. Negara ini tertarik dengan cara pemerintah Indonesia membangun desa melalui dana desa. Karena itu, mereka juga ingin menerapkan program ini. Dan ini terbukti saat pertemuan kedua delegasi baru-baru ini di Jakarta. Program pembangunan desa menjadi salah satu poin kerja sama yang ditandatangani Indonesia dan Vietnam saat kunjungan kenegaraan Sekjen Partai Komunis Vietnam Nguyen Phu Trong ke Istana Presiden, Rabu (23/8/2017) lalu.

Menurut, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Eko Putro Sanjoyo, adanya dana desa, BUMDes, ini pertama di dunia juga, jadi Vietnam juga mau belajar di situ.

SAMISADE

Setelah program pembangunan pedesaan pemerintahan Jokowi mulai dilirik negara lain, saya teringat program Samisade-nya James Sumendap SH yang resmi menjabat Bupati Minahasa Tenggara 14 September 2013. Saat kampanye pemilihan bupati Mitra, James Sumendap ‘menjual’ program Samisade (Satu Miliar Satu Desa). Artinya, bila dia terpilih sebagai bupati maka setiap desa akan mendapat dana sekitar satu miliar rupiah. Tentu saja program ini mendapat tanggapan pro dan kontra. Bahkan, apa yang disampaikan Sumendap yang juga mantan anggota DPRD Sulut sesuatu yang tidak masuk diakal.

‘’Dia ambil di mana dana sebesar itu. Hitung saja desa saja sudah seratus lebih, apalagi Mitra daerah minus tidak sama dengan daerah di Kalimantan,’’ begitulah serangan balik dari lawan politiknya menanggapi program unggulan Sumendap sebagai calon bupati.

Serangan lawan politik tak membuat Sumendap bergeming. Bahkan, dia yakin apa yang disampaikannya pasti akan direalisasikan bila menjadi bupati. Bahkan, dia mempertaruhkan jabatannya dengan mundur bila program ini tidak akan terealisasi.

Tak hanya lawan politik yang meragukan program ini terealisasi tapi ada juga sebagian pendukungnya. Setelah James Sumendap (JS) terpilih sebagai bupati, dalam setiap pertemuan dengan masyarakat dia selalu mengulangi program Samisade. Dengan kondisi admistrasi keuangan yang boleh dikata amburadul karena Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemkab Mitra oleh BPK mendapat opini discleimer, hasil peninggalan pejabat lama. Namun, JS langsung tancap gas untuk menata administrasi keuangan dan mengimbau seluruh jajarannya ikat pinggang. Para pejabat belum mendapat tunjangan karena semua dana difokuskan untuk membangun infrastruktur dan diarahkan ke daerah pedesaan.

Belum setahun JS menjabat bupati, LKPD Pemkab Mitra sudah makin baik walaupun masih dengan opini Tidak Wajar (TW) dan tahun berikutnya menorehkan tinta emas dengan berhasil mendapat opini WTP dari BPK tetang LKPD Pemkab Mitra. Komitmennya yang kuat ditunjang dengan kemampuan dan penerapan manajemen pemerintahan terbuka, mampu membawa Minahasa Tenggara sebagai salah satu daerah pemekaran yang mampu membuat lompatan pembangunan yang sangat luar biasa.

Di tengah upaya JS dengan berbagai cara menggali berbagai potensi daerah dan ‘bergerilya’ melobi pemerintah provinsi dan pusat menggelontorkan dana ke Minahasa Tenggara untuk mewujudkan program Samisade-nya, tahun 2014 digelar pemilihan presiden. Tak disangka, salah satu program unggulan yang ‘dijual’ Jokowi-JK adalah membangun Indonesia dari daerah pinggiran daerah-daerah dan desa. Antara lain, dengan penyaluran dana APBN langsung ke desa-desa. Program ini tentu saja mirip dengan program Samisade ala James Sumendap. Dengan 9 agenda prioritas yang disebut Nawa Cita, yang antara lain, pembangunan daerah pinggiran dan desa-desa, berhasil menghantar Jokowi menduduki kursi RI1. Maka program dana desa pun langsung digulirkan Jokowi. Maka secara tidak langsung program Samisade menjadi program nasional.

Saat ini program Samisade James Sumendap yang dinilai banyak orang hanya isapan jempol dan tidak masuk akal sudah menjadi kenyataan. Bahkan bukan hanya satu miliar tapi juga ada desa yang mengelola langsung lebih dari satu miliar rupiah. Memang masih ada suara sumbang yang belum rela menerima kenyataan bahwa Samisade bisa terealisir di Mitra dengan mengungkapkan bahwa itu kebetulan menjadi program prioritas Jokowi. Tapi disinilah kehebatan James Sumendap sebagai pemimpin yang visioner. Sebagai sosok meniti karir dari bawah, bahkan sempat merasakan pahitnya hidup seorang petani yang tidak berdaya, tidak pernah menghiraukan ‘kicauan’ yang tidak produktif. Dia lebih memilih mendengar keluhan masyarakat bawah dan menjalankan apa yang menurutnya bermanfaat untuk daerah dan masyarakat. Tentunya juga dia tidak menutup telinga bagi masukan dan kritik semua komponen masyarakat yang konstruktif untuk kemajuan daerah dan kesejahteraan masyarakat Mitra. Tak heran bila, JS mampu membawa Minahasa Tenggara sebagai kabapaten dengan segudang prestasi.(*)