Wagub Sulut Ungkap Masalah Daerah Perbatasan Dihadapan Komite 1 DPD RI

 Daerah Perbatasan, Masalah Daerah Perbatasan, Komite 1 DPD RI ,  Benny Ramdhani,
Wagub Sulut Steven Kandouw, bersama tim dari Komite I DPD RI dibawa pimpinan Wakil Komite I, Benny Ramdhani

SULUT, (manadotoday.co.id) – Wakil Gubernur Sulawesi Utara (Sulut), Steven Kandouw, mengungkapkan masalah daerah perbatasan di Sulut, dihadapan Komita I DPD RI dibawa pimpinan Wakil Ketua Komite 1 Benny Ramdhani, di ruang rapat CJ Rantung, Selasa (21/6/2016).

Pada kegiatan dengan agenda membahas Uji Sahi UU Pengelolaan Kawasan Perbatasan yang digelar Komite 1 DPD RI, Kandouw mengakui kawasan perbatasan masih tertinggal, dan untuk memajukanya perlu perhatian serius dari semua pihak. Dalam kesempatan tersebut, Kandouw secara lugas membeber berbagai permasalahan krusial di daerah perbatasan. Menurutnya, tiga Kabupaten di Nusa Utara yakni Kepulauan Sangihe, Talaud dan Kepulauan Sitaro, masuk lima besar daerah termiskin di Sulut.

“Dari 15 indikator kemiskinan dari BPS, seluruhnya dimiliki warga miskin di sana antara lain kurangnya tenaga dokter, air bersih, serta sandang, pangan dan papan. Singkat kata wilayah perbatasan kepulauan butuh perhatian serius,” ujar Kandouw.

Belum lagi terhadap akses pelayanan dasar masyarakat seperti pendidikan dan kesehatan, yang menurut Kandouw masih sangat rendah bahkan tidak ada. Selain itu, tiga Kabupaten Kepulauan ini, memiliki fiskal rendah. Dimana APBD dari tiga kabupaten ini di bawah 5 persen. Dengan kondisi ini, kita tidak bisa berharap lebih Pemda disana bisa melakukan penetrasi maksimal terkait pengentasan kemiskinan. Lanjut mantan Ketua DPRD Sulut ini, masalah lain yakni disparitas harga akibat medan serta sarana prasarana transportasi perhubungan yg belum memadai.

“Harga bahan pokok masyarakat di daerah perbataaan sangat tinggi dibandingkan dengan daerah didaratan,” terangnya.

Kandouw menambahkan, pemasalahan lain di kawasan perbatasan adalah keamanan. Ia menyentil permasalahan penduduk yang dikenal Sangihe Philipina (Saphi) atau Philipina Sangihe (Phisang). Dimana status kewarganegaraan sampai sekarang masih belum jelas. Wagub juga menyinggung adanya anasir-anasir dari kelompok fundamentalis yang menjadikan wilayah perbatasan Nusa Utara sebagai pintu masuk maupun pintu keluar para teroris dan pemerintah pusat kurang serius mengatasi masalah tersebut.

Sebelumnya, Benny Ramdhani mengungkapkan bahwa pertemuan ini merupakan reuni dengan Wagub Steven Kandouw karena pernah sama-sama duduk di DPRD Sulut selama 3 periode.

“Kami sudah beberapa hari berada di Sulut, dan kami sudah mendatangi jantungnya perbatasan di negara ini yakni di Kabupaten Kepulauan Talaud, untuk memotret langsung kondisi wilayah dan kehidupan masyarakat di bumi porodisa, karena undang-undang yang ada belum mampu mengakomodir daerah perbatasan,” ujar mantan anggota DPRD Sulut ini.

Ramdhani juga mengakui, fakta empiris sampai hari ini ada ketimpangan antara kawasan barat san timur, atau jawa dan luar jawa, daratan dan kepulauan contoh Talaud tidak memilili legitimasi karena undang-undang belum mampu mengakomodir daerah perbatasan.

Brani juga menyebutkan kalau selama ini semua regulasi dipotret dari istana Presiden atau lembaga pemerintah pusat terkait, tapi sekarang berbeda di potret langsung dari daerah vulan dari Jakarta sehingga betul-betul kita mengetahui kondisi daerah yang sesungguhnya.

“Indonesia Timur itu berbicara perbatasan didalamnya juga berbicara Sulawesi Utara karena memiliki tiga daerah perbatasan. Melalui pertemuan ini diharapkan mendapat berbagai masukan dalam penyempurnaan RUU ini,” jelasnya.

Hadir pada kegiatan tersebut, jajaran Forkopimda Sulut, Wakil Bupati Sitaro Siska Salindeho, dan dua personil Anggota DPRD Sangihe Helmut Hontong dan Merry Pukoliwutang, serta pejabat terkait di Lingkup Pemprov Sulut. (ton)