MANADO, (manadotoday.co.id) – Tokoh Perempuan Indonesia asal Sulawesi Utara, Dra. Jull Takaliuang, terpilih sebagai penerima penghargaan “Perempuan Tangguh dan Menginspirasi 2023” di Indonesia.
Penghargaan tersebut diserahkan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga di puncak acara peringatan Hari Ibu Nasional pada Jumat, 22 Desember 2023 di Jakarta.
Saat dikonfirmasi, Jull mengatakan penghargaan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (KemenPPPA) itu telah diterimanya pada acara puncak peringatan Hari Ibu Nasional ke-95 Tahun 2023 di Gedung BRIN Jakarta.
“Hari ini saya baru menerima penghargaan Perempuan Tangguh dan Menginspirasi 2023 dari KemenPPPA bersama 95 perempuan Indonesia yang terpilih,” kata Jull.
Dikatakannya, ia sangat berterima kasih kepada Pemerintah Indonesia yang telah memberikan apresiasi yang tinggi pada pencapaian dan perjuangan perempuan Indonesia di berbagai bidang dalam menjaga, merawat dan membangun Indonesia lewat Pernghargaan sekaligus sekaligus peluncuran buku “95 Perempuan Tangguh dan Inspiratif”.
“Sebagai perempuan dari Timur Indonesia bahkan lahir di Sangihe sebagai daerah perbatasan saya memandang apresiasi pemerintah pusat untuk beragam aktivitas saya dalam bidang perlindungan anak dan kaum perempuan, HAM, dan lingkungan sepanjang ini adalah suatu kehormatan yang memicu semangat untuk tetap berjuang mewujudkan kebaikan bagi bangsa kita,”ungkapnya.
Apalagi kata dia, penghargaan tersebut diserahkan seiring peringatan Hari Ibu Nasional Tahun 2023 yang mengingatkan kepada semua komponen bangsa tentang perjuangan kaum perempuan yang tidak bisa dipisahkan dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan.
“Penghargaan kepada 95 perempuan Indonesia tahun ini merupakan bagian dari refleksi atas kiprah, peran, dan kontribusi perempuan, yang begitu besar sebagai sumber daya potensial untuk kemajuan bangsa,” ujarnya.
Berjuang Dengan Tindakan Nyata
Sekilas, Jull Takaliuang adalah perempuan Nusa Utara, kelahiran desa Menggawa, Kepulauan Sangihe 31 Juli 1969. Setelah menamatkan pendidikan di Jurusan Sastra Universitas Sam Ratulangi, ia sempat menekuni profesi wartawan lalu bergabung dengan Yayasan Suara Nurani Minaesa pada tahun 1998.
Melalui yayasan ini, Jull melakukan pendampingan terhadap masyarakat yang mengalami ketidakadilan, para perempuan yang mengalami kekerasan serta anak-anak yang ditelantarkan.
Bersama suaminya, Jull yang juga seorang aktivis lingkungan dan hak asasi manusia, tercatat melakukan pendampingan kepada warga di Sulawesi Utara sebagai berikut :
2004 s.d 2005 mendampingi warga Buyat, Ratatotok melawan perusahaan Tambang Newmont Minahasa Raya.
2005 s.d 2010 mendampingi masyarakat 34 desa di lingkar tambang berhadapan dengan perusahaan PT. Meares Soputan Mining.
2006, mendampingi keluarga korban pembunuhan dua balita perempuan di PN Manado.
2006, mendampingi warga pulau Bangka, Minahasa Utara atas kasus ilegal logging.
2009, mendampingi warga Candi, kota Bitung, yang hendak digusur dari pemukiman mereka.
2009, mendampingi warga Sangihe, menolak rencana pertambangan pasir di Tabukan Utara.
2011 s.d 2019 mendampingi warga pulau Bangka, Minahasa Utara dan berhasil mengusir PT. Mikgro Metal Perdana dengan memenangkan gugatan hingga ke MA pada tahun 2015.
2017 sampai sekarang, mendampingi masyarakat desa Tiberias, Bolaang Mongondow yang hendak direbut tanahnya oleh sebuah perusahaan besar nasional.
2019 sampai sekarang, mendampingi masyarakat desa Paputungan, Jaya Karsa dan Tanah Putih, Minahasa Utara, yang lahannya hendak direbut untuk pembangunan sebuah hotel besar.
2021 hingga saat ini, menjadi inisiator gerakan Save Sangihe Island melawan PT. TMS yang mendapat konsesi sebesar 42.000 Ha dari total 73. 698 Ha daratan pulau Sangihe. Pemberian konsesi ini melanggar UU 1 tahun 2014 tentang pulau-pulau kecil. Saat ini gugatan warga telah menang di MA.
Selama 25 tahun memperjuangkan masyarakat kecil dan tertindas, Jull Takaliuang harus menghadapi berbagai ancaman kekerasan, teror, baik fisik maupun mental, yang bahkan nyaris mengancam nyawanya sendiri. Bahkan pada tahun 2007 ia pernah menjadi tahanan rumah demi memperjuangkan nasib warga.
Atas dedikasinya memperjuangkan hak asasi manusia dan lingkungan hidup, pada tahun 2015, ibu 1 orang anak ini dianugerahi N-PEACE Award dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Namun bukan untuk penghargaan itu ia berjuang, tetapi karena kecintaan dan kasih-sayang kepada sesama manusia yang mengalami penindasan dan kesewenangan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab.(*)