Liando: Putusan MK Tidak Bisa Mendiskualifikasi Pasangan Calon

Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu, Ferry Daud Liando, sengketa Pilkada Kota Manado, PAHAM, Mahkamah Konstitusi, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016,
Ferry Daud Liando.

MANADO, (manadotoday.co.id) – Anggota Konsorsium Pendidikan Tata Kelola Pemilu, Ferry Daud Liando, angkat bicara terkait gugatan sengketa Pilkada Kota Manado yang diadukan pasangan calon Paula Runtuwene dan Harley Mangindaan (PAHAM) ke Mahkamah Konstitusi (MK) yang sementara dalam tahapan pemeriksaan kelengkapan berkas.

Menurut Liando, Pasal 158 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan bahwa pihak pemohon harus memiliki legal standing yaitu hanya pasangan calon yang memiliki selisih suara 0,5 hingga 2 persen suara dari jumlah suara hasil rekapitulasi akhir yang di tetapkan KPU.

Selisih melebihi sebagaimana ketentuan maka MK kata Liando, tak akan menerima permohonan pasangan calon. Hanya saja, MK saat ini punya aturan baru yang berbeda dengan aturan pada Pilkada sebelumnya.

Kata Liando, pada Pilkada 2018, syarat ambang batas langsung ditetapkan saat pemeriksaan pendahuluan, artinya tidak semua permohonan diterima.

“Tapi sesuai Peraturan MK Nomor 6 Tahun 2020 bahwa ambang batas itu dipertimbangkan saat pemeriksaan pokok perkara dan bukti-bukti selesai dilakukan. Hakim MK akan memeriksa perkara dahulu menggali fakta-fakta dan mencari informasi serta bukti,” terang Liando.

Meski demikian, Liando menuturkan, dalam sengketa perselisihan, pihak pemohon harus mempersiapkan alat bukti yang lengkap seperti dokumen, saksi-saksi, petunjuk,  maupun pihak lain sebagai pemberi keterangan.

Putusan MK tidak mungkin membatalkan hasil Pilkada secara umum, apalagi mendiskualifikasi paslon tertentu. Tidak juga bersifat punitif bagi pihak termohon yang terbukti melakukan pelanggaran.

“Putusan MK hanya mengoreksi dan atau meminta pihak penyelenggara untuk memperbaiki perolehan suara yang sesungguhnya kalau dalam persidangan terbukti ada kesalahan,” tutur Liando.

Karena itu pokok aduan yang harus  diperkuat pihak pemohon adalah pertama, data berapa sesungguhnya suara yang menurut pemohon harusnya dimiliki  pemohon.

Kedua, berapa selisih suara jika dibandingkan dengan yang ditetapkan termohon dalam hal ini KPUD tentang hasil yang diperoleh pihak terkait yaitu paslon yang ditetapkan  sebagai peraih suara terbanyak dengan suara pemohon yang sesungguhnya.

Ketiga, jika terjadi selisih maka pemohon harus mengajukan bukti petunjuk di lokasi  yang mana suara pemohon berkurang dan lokasi yang mana suara pihak terkait bertambah.

Empat, apakah kejadian tersebut saat penghitungan suara atau di bagian rekapitulasi. Form C1 bisa jadi bukti primer di samping keterangan saksi mata.

“Sepanjang pihak pemohon tidak bisa membuktikan empat dalil ini, maka akan sulit bagi MK untuk menerima permohonan  pemohon. Sebab, siapa yang mendalilkan maka dia yang harus membuktikan atau aktori incumbit probatio,” tukas suami dari Lingkan Tulung ini.

Liando menambahkan, dalil tentang dugaan pelanggaran terstruktrur, sistematis dan masif (TSM) kemungkinan akan dikesampingkan hakim MK.

“Sebab, dalam UU 10/2016 ada lembaga lain yang menangani pelanggaran itu yaitu Bawaslu dan sifat putusannya adalah diskualifikasi,” ujarnya.

Menurut dosen ilmu politik Universitas Sam Ratulangi ini, bisa saja laporan tentang adanya dugaan pelanggaran itu benar tapi penyelesaian hukumnya bukan di MK.

Putusan MK nanti bukan untuk mendiskualifikasi atau sanksi yang berbeda dengan putusan pelanggaran yang terbukti TSM yang output putusannya diskualifikasi atau putusan DKPP yang outputnya sanksi bagi penyelenggara.

“Namun demikian apapun fakta yang akan terungkap dalam sidang nanti bagi saya tidaklah mungkin bagi MK untuk melanggar ketentuan pasal 158,” pungkas eks anggota Komisi Pemuda Sinode GMIM ini.

Sementara itu Ketua Media Center AARS Steven Rondonuwu yang dikonfirmasi terpisah menyebut, pihaknya sangat menghormati gugatan tersebut dan tentu menyerahkan sepenuhnya proses ini ke majelis hakim MK.

Ia pun meminta semua pengurus serta simpatisan, bahkan yang tergabung dalam 88.303 pemilih AARS di Kota Manado bersabar menunggu hasil sambil berdoa agar proses di MK berjalan dengan baik.

“Tim hukum kami sudah seminggu berada di Jakarta, mereka saat ini bekerja untuk membuktikan apa yang disangkakan kubu PAHAM tidak benar serta tak memenuhi syarat. Selain itu tim hukum AARS komit dan akan berjuang menjaga amanat warga Manado yang telah diberikan pada AARS saat pilkada lalu. Dalam perkara ini tim hukum AARS terus berkordinasi bersama pihak Badan Bantuan Hukum (BBH) DPP PDIP,” tegas Rondonuwu. (*/ton)