Biro Protokol dan Humas Sulut Gelar FGD Bahas Persoalan Komoditas Perkebunan

FGD
FGD membahas Optimisme Kebangkitan Kembali Perkebunan Sulut, yang dimoderatori Kabag Humas Christian Iroth, dan menghadirkan narasumber Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung, Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Sulut Eko Adi Irianto, dan Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulut Dendi Handiyatmo.

SULUT, (manadotoday.co.id) – Biro Protokol dan Humas Setdaprov Sulawesi Utara (Sulut) kembali menggelar media gathering melalui Focus Group Discussion (FGD), di Lobby Lantai I Kantor Gubernur, Jumat (15/11/2019).

FGD kali ini, membahas Optimisme Kebangkitan Kembali Perkebunan Sulut.

Kegiatan yang diikuti kalangan wartawan yang tergabung dalam Jurnalis Independen Pemprov Sulut (JIPS) ini, menghadirkan narasumber Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung, Kepala Divisi Advisory dan Pengembangan Ekonomi Bank Indonesia Sulut Eko Adi Irianto, dan Kepala Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sulut Dendi Handiyatmo.

Diskusi yang dimoderatori Kabag Humas Christian Iroth ini, turut dihadiri pula sejumlah petani cengkeh, pala dan kelapa Sulut.

Pada kesempatan itu, Kadisbun Sulut Refly Ngantung mengatakan, kegiatan ini menjadi momentum untuk mengangkat komoditas perkebunan Sulut diantaranya kelapa, cengkeh dan pala Sulut yang sejak dulu terkenal hingga luar negeri.

Menurut Ngantung, saat ini penting dilakukan adalah upaya peningkatan sumber daya manusia dan diversifikasi komoditi perkebunan.

“Mengontrol harga kopra, pala dan cengkeh itu sangat sulit. Tapi ada jalan keluarnya yaitu meningkatkan kemampuan dan semangat kerja petani. Diversifikasi produk misalnya diversifikasi produk turunan kelapa. Dan, diversifikasi komoditi dengan memanfaatkan Iahan, seperti jika ada lahan satu hektar kita bisa tanam kelapa, cabai, jagung dan lainnya,” ujarnya.

Disampaikan Ngantung, belum moncernya harga kopra diakibatkan saat ini minyak nabati dunia dihasilkan dari enam komoditi. Selain kelapa dan sawit masih ada bunga matahari dan lainnya menjadi penyebab berubahnya harga pasar minyak nabati dunia.

“Kalau dulu hanya minyak kelapa. Tapi sekarang ada komoditi lainnya. Itu sebabnya pasar dunia kini tidak tergantung pada kelapa saja,” tandasnya.

Kendati demikian lanjut Ngantung, Pemprov Sulut telah mengantisipasi hal ini dengan menyiapkan alat pengolahan minyak kelapa di Sulut.

“Solusinya dengan meningkatkan konsumsi minyak kelapa dalam negeri. Selain itu, petani juga bisa mengolah kelapa menjadi VCO,” tandasnya.

Ngantung mengatakan, kelapa, pala dan cengkeh merupakan komoditi seksi. Menurutnya, kelapa Sulut yang masih organik merupakan salah satu keunggulan yang dimiliki kelapa terbaik dunia. Adapun pala Sulut yang terdapat di Siau juga sudah mendunia dan memiliki sertifikat indikasi geografis.

“Untuk cengkeh, kita sendiri punya indikasi geografis cengkeh Minahasa yang punya kadar tinggi yakni kadar eugenol pada cengkeh dibandingkan daerah yang lain di Indonesia, sehingga kita punya posisi tawar yang tinggi,” terangnya.

Diketahui, Senyawa eugenol merupakan senyawa berwujud cairan bening hingga kuning pucat dengan aroma menyegarkan dan pedas seperti bunga cengkeh kering, memberikan aroma yang khas pada minyak cengkeh. (ton)