Digandrungi Warga Manado, Layang-layang Awalnya Digunakan di Medan Perang dan Penelitian Ilmiah

Digandrungi Warga Manado, Layang-layang Awalnya Digunakan di Medan Perang dan Penelitian Ilmiah (foto: VOANews)
Digandrungi Warga Manado, Layang-layang Awalnya Digunakan di Medan Perang dan Penelitian Ilmiah (foto: VOANews)

MANADO, (manadotoday.co.di) – Akhir-akhir ini langit Kota Manado, Sulawesi Utara sering dihiasi benda terbang (umumnya) berbentuk belah ketupat berwarna-warni yang dikenal masyarakat luas dengan nama layang-layang atau kite dalam bahasa Inggris.

Sarana hiburan murah meriah ini tidak hanya digandrungi anak-anak, bahkan, orang dewasa dari pelbagai latar belakang profesi menjadikan layang-layang sebagai sarana menghilangkan stres di dunia kerja. Bahkan, saat ini menjadi sarana mengisi waktu di tengah pandemi covid-19, di masa-masa work from home dan belajar di rumah.

Namun, siapa sangka ternyata permainan tradisonal yang umum terbuat dari bambu yang ditempeli plastik atau kertas dan digerakkan dengan benang lewat bantuan angin ini menurut Wikipedia telah tercatat di Cina sekitar 2500 Sebelum Masehi (SM). Sedangkan penggambaran layang-layang tertua adalah dari lukisan gua periode mesolitik di pulau Muna, Sulawesi Tenggara sejak 9500-9000 tahun SM.

Di Cina, tepatnya di masa Dinasti Han (200 SM-200 M), awalnya layangan digunakan dalam medan perang. Mereka menempelkan potongan batang bambu yang dimodifikasi sedemikian rupa yang saat diterbangkan melewati pasukan musuh akan mengeluarkan bunyi siulan. Dengan jumlah yang banyak, bunyi siulan akan berubah jadi gemuruh, cukup untuk membuat panik dan memecah kosentrasi lawan.

Selain di bidang militer, layang-layang juga pernah digunakan di bidang ilmiah. Sejak abad ke-18, para ilmuan menggunakan layang-layang sebagai alat bantu penelitian cuaca. Contoh yang paling terkenal adalah ketika Benjamin Franklin asal Amerika menggunakan layang-layang yang terhubung dengan kunci untuk menunjukkan bahwa petir membawa muatan listrik. Juga Alexander Wilson (1714-1786) dan Thomas Melvil (1726-1753) dari Skotlandia memasang termometer pada layang-layang untuk mengukur permukaan bumi.

Di Indonesia sendiri, layang-layang memiliki banyak fungsi, mulai dari sebagai alat memancing ikan di Lampung, di Jawa Tengah, pernah digunakan oleh petani sawah untuk mengusir burung dan serangga, dan di Sulawesi layangan digunakan dalam upacara adat selesai panen dan dipercayai sebagai pelindung orang yang sudah meninggal dari sinar matahari.

Menurut situs news.mypangandaran, pada dasarnya layang-layang dikelompokan menjadi 5 jenis. Yang tertua, berbentuk jajaran genjang memakai ekor. Sedangkan bentuk lengkung dibuat tanpa bantuan ekor dipatenkan William A. Eddy asal Amerika pada tahun 1891.

Layang-layang kotak berbentuk tiga dimensi ditemukan oleh Lawrence Hargrave dari Australia tahun 1893. Layang-layang delta ditemukan Francis M. Rogallo dari AS tahun 1941, dan layang-layang flexible ditemukan oleh Domina C. Jalbert dari AS tahun 1963.

Saat ini, perkembangan teknologi telah mengikis fungsi awal layangan, dan kini hanya hanya digunakan sebagai sarana hiburan saja. Bentuknya bahkan sudah bervariasi dan rumit. Dipelbagai belahan dunia terdapat banyak kompetisi layangan, mulai yang mempertandingkan ukuran, keindahan dan bahkan ‘perang’ layangan.(ryan)