Aplikasi IT Minimalisir Kebocoran Penerimaan PAD Kota Manado

Drs. Harke Tulenan
Drs. Harke Tulenan

MANADO, (manadotoday.co.id) – Guna mencegah kebocoran penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) lewat pajak dan retribusi, Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Manado harus dilengkapi dengan fasilitas Informasi dan Teknologi (IT). Sebab IT ini bisa mengontrol potensi dan penerimaan PAD dari semua sektor.

Kepala BPPRD Kota Manado, Drs. Harke Tulenan melalui Kabid Pajak dan Retribusi, Drs Recky Pesiki mengatakan, penerapan IT sangat penting dan strategis. Selain memudahkan pelayanan kepada wajib pajak, IT juga bisa mencegah kebocoran penerimaan PAD.

“IT bisa menghemat tenaga kerja sehingga karyawan yang ada bisa digunakan untuk turun lapangan melakukan survey dan pengawasan semua potensi PAD. Bahkan lebih penting lagi memiimalisi kebocoran,” tegasnya.

Saat ini, baru PBB yang mengunakan aplikasi IT sehingga penyetoran di loket kantor maupun Bank SulutGo terkontrol setiap saat.

Hal ini ditegaskan oleh Tulenan menjawab pernyataan salah satu anggota DPRD Kota manado yang mengatakan PAD Kota Manado minim karena terjadi kong-kalikong antara wajib pajak dan petugas pajak. Contohnya banyak rumah makan ramai pengunjung, tetapi setoran pajak minim.

Menanggapi hal itu, Pesik mengatakan, memang ada rumah makan yang tadinya ramai karena adanya kunjungan turis yang ‘meledak’, tetapi pada kenyataannya setelah dicek ada masalah yang dihadapi. Misalnya ada sebuah rumah pakan yang sering dikunjungi turis atau tamu-tamu penting, tiba-tiba penyetoran pajak turun.

Penyebabnya ternyata para pembawa turis (guide) sering minta komisi tinggi kepada pemilik rumah makan sebagai imbalan. Begitu tidak diberikan sesuai permintaan, turis tidak lagi diantar ke rumah makan tersebut tetapi dibawah ke restoran lain yang mau memberikan komisi tinggi. Makanya pada bulan berikutnya penyetoran pajak restoran turun.

“Itu hanya salah satu contoh masalah yang ditemui di lapangan,” katanya.

Terkait rumah makan yang baru dibuka dan ramai dikunjungi, Pesik mengatakan diberikan kesempatan satu bulan untuik sosialisasi ketentuan tentang pajak dan retriubusi.

“Bulan berikutnya mereka harus bayar pajak restaurant yaitu 10 persen dari omset yang dipungut dari konsumen,” ujar Pesik lagi. (mes)