Workshop Hari Air Dunia ke XXVII, Sekdaprov Sulut Ajak Masyarakat Lestarikan Air

Manado, (Manadotoday.co.id) – Mengajak masyarakat untuk menyadari pentingnya air bersih, dan bagaimana mencari solusi akan berbagai persoalan seperti banjir, kekeringan dan polusi air memang sangat sulit, tapi harus terus dilakukan!!!. Meskipun sudah sejak tahun 1993 digalakkan, Peringatan Hari Air Dunia memang harus lebih masiv digaungkan. Memberi perhatian lebih pada Alam merupakan solusi akan berbagai permasalahan air dunia yang kian mengkhawatirkan saat ini.

Edwin Silangen“Air penting bagi lingkungan dan kelestarian alam beserta isinya. Apabila keberadaan air tidak seimbang dengan keberadaan alam, maka tidak akan tercipta keselarasan,” kata Sekdaprov Sulawesi Utara Edwin Silangen, SE, MS saat membuka Workshop Hari Air Dunia ke XXVII yang mengusung tema “Semua Harus Mendapatkan Akses Air” di Hotel Quality Manado, Rabu (20/3).
Sekprov menyentil tentang kondisi sungai yang kian tercemar seiring pesatnya pertumbuhan penduduk.

Situasi ini, menurut putra Sangihe ini, menuntut tindakan nyata dari segenap komponen masyarakat untuk melakukan upaya pelestarian air. “Marilah kita dukung pelestarian air dengan tidak membuang sampah di sungai, mengendalikan pencemaran air sungai, dan membersihkan sungai dari sampah,” ujar mantan Penjabat Bupati Minahasa Utara tersebut.

Workshop HAD 2019 yang diselenggarakan oleh Balai Wilayah Sungai Sulawesi 1 (BWSS 1) ini menampilkan empat narasumber, masing-masing Kepala Bapelitbangda Manado DR. Liny Tambajong, Kepala BP-DAS dan Hutan Lindung Sulut Ir. Rukma Dayani MSi, perwakilan PPLP Balai Prasarana Permukiman Wilayah Sulut Neiklen Kasongkahe MT, dan akademisi Unsrat Leo Kalesaran.

Linny yang membawakan materi tentang Manado Menuju Kota Ramah Air memaparkan kondisi Manado yang ‘dikepung’ dari 8 DAS. Yakni Tondano, Kima, Maasing, Bailang, Malalayang, Kalasey, Sario, dan Tikala. “Ada 5 sungai besar bermuara di Manado. Hulunya dari daerah lain di luar Manado. Kondisi ini yang jadi persoalan bagi Manado berkaitan dengan sungai. Banjir dan sampah jadi dilema bagi kami,” kata Tambajong.

Namun demikian, kata Liny, Pemkot Manado terus melakukan berbagai upaya berupa inisiatif Pemkot, kerjasama dengan pihak lain, hingga meminta bantuan pemerintah pusat, untuk menyelamatkan sungai di Manado. “Pembangunan tanggul di Sungai Tondano sudah memberi dampak positif yang besar bagi Manado. Bencana awal Februari baru-baru, wilayah Mahakam sudah tak kebanjiran lagi, yang biasanya diakibatkan luapan air karena penyempitan sungai,” ujar Liny seraya menyebut bahwa Pemkot Manado akan melakukan pembebasan lahan yang lebih banyak karena sudah ada perencanaan penataan kawasan di sepanjang aliran sungai.

Sedangkan Rukma Dayani mengungkapkan di Sulut ada 484 DAS yang telah ditetapkan berdasarkan PP 37. Dari jumlah itu 318 DAS yang dipertahankan, sedangkan 166 DAS yang harus dipulihkan karena sudah mengalami perubahan akibat aktifitas masyarakat. “DAS itu bukan hanya sungai, tapi suatu wilayah yang dibatasi oleh punggung- punggung bukit yang menampung air hujan dan mengalirkannya airnya, dan kemudian berkumpul menuju suatu muara sungai, laut, danau, atau waduk. Jadi penyelamatan air itu harus dilakukan komprehensif dari hulu hingga ke hilir,” kata Rukma.

Sementara Neiklen Kasongkahe membeber upaya Direktorat PPLP Kementerian PUPR untuk menjaga kualitas air tanah dan air permukaan melalui pembangunan fasilitas pengolah limbah domestik (rumah tangga). “Ada pembuatan IPAL skala besar, IPAL Komunal di lingkungan, dan IPLT. Kota Bitung sudah menunjukkan keseriusannya untuk mengurus limbah domestik itu dengan program mandirinya berupa amnesti septic tank dan pembangunan IPAL dan IPLT yang dibantu Kementerian PUPR,” ungkap Neiklen.
Di akhir workshop, Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi I (BWSS) I Mohammad Silahudin dalam sambutannya yang dibacakan PPK OP 1 Daisy Rares mengharapkan komitmen semua pihak, terutama masyarakat, untuk sadar akan pentingnya menjaga kelestarian air.  “Tanpa air yang berkualitas, ‘nadi kehidupan’ tidak bisa berdetak normal. Karena air merupakan sumber utama kehidupan,” kata Silahudin.

Workshop Hari Air Dunia 2019 turut dihadiri jajaran Balai Wilayah Sungai Sulawesi I sebagai inisiator kegiatan, utusan perguruan tinggi, Sekolah Sungai, komunitas pecinta sungai, serta tokoh masyarakat. (hma)