Terkait Laporan LSM ke KPK, Ini Penjelasan Bupati Sumendap

Terkait Laporan LSM ke KPK, Ini Penjelasan Bupati Sumendap

RATAHAN, (manadotoday.co.id) – Bupati James Sumendap SH akhirnya angkat bicara terkait laporan Pusat Bantuan Hukum Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (PBH LIDIK KRIMSUS RI) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menyeret namanya.

Pada sidang paripurna DPRD, Selasa (4/5/2021), kemarin, Bupati JS membeberkan sejumlah data terkait isi laporan dari LSM tersebut.

Bupati JS mengungkapkan, adanya laporan yang mengusik secara langsung pribadi, keluarga, serta para rekannya.

Sumendap mengatakan, dirinya menjadi bupati hingga habis masa jabatan diperiode kedua ini terus berkomitmen untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kabupaten Minahasa Tenggara.

“Pemkab Mitra telah mengandeng Aparat Penegak Hukum (APH), jadi mereka (APH) tau komitmen saya dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi di Kabupaten Mitra,”ujar Bupati JS.

Untuk itu, Bupati membanta laporan yang disampaikan Pusat Bantuan Hukum Lembaga Informasi Data Investigasi Korupsi dan Kriminal Khusus Republik Indonesia (PBH LIDIK KRIMSUS RI) ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penonaktifan dua kepala desa di Kali Oki dan Rasi dengan alasan tidak sejalan dengan pemkab.

“Penonaktifan ini dilakukan karena adanya rekomendasi dari inspektorat. Dari hasil pemeriksaan, didapati adanya penyalahgunaan penggunaan dana desa, sehingga kedua oknum kepala desa harus dinonaktifkan agar proses penanganan, dan penyelesaian temuan segera diselesaikan,” beber bupati.

Khusus untuk Desa Kali Oki, dari temuan inspektorat didapati adanya temuan sekira Rp 81 juta, dan sudah dikembalikan sekira Rp 48 juta.

Sedangkan untuk Desa Rasi, dari hasil pemeriksaan dana penyertaan modal ke BUMDes, tidak digunakan langsung ke masyarakat melainkan dikelola melalui bisnis valuta asing, dan dari temuan sebesar Rp 53 juta telah dikembalikan Rp 50an juta.

Ditambahkannya, ada juga temuan dalam penggunaan dana desa sebesar Rp 50-an juta, dan telah dikembalikan sebesar Rp 45 juta.

“Jadi tidak benar bahwa penonaktifan ini karena like atau dislike,” ujarnya.

Selanjutnya, Sumendap juga menyampaikan proses pelaksanaan pembangunan kantor bupati yang juga menjadi materi laporan ke KPK.

Dijelaskan JS, pada saat pemekaran Kabupaten Minahasa Tenggara, salah satu syarat yang wajib dipenuhi yaitu adanya lahan untuk pembangunan kantor bupati.
Menurutnya, dari sejak awal pemekaran, Pemkab telah menerima hibah lahan untuk pembangunan kantor bupati dari Letjen (Purn) TNI Jhonny Lumintang.

Namun sayangnya kata Sumendap, lahan yang dihibahkan justru dibangun kantor DPRD dan kantor bupati dibangun di Kelurahan Wawali Pasan yang akhirnya bermasalah hukum.

“Padahal hibah ini bersyarat. Pemberi hibah bakal membatalkan lahan yang dihibahkan jika tidak dibangun kantor bupati,” ucapnya.

Berdasarkan hal tersebut, akhirnya pihak eksekutif dan legislatif berembuk bersama untuk dilakukan perpindahan kantor, serta dalam rangka penghematan anggaran daerah.

“Sehingga kantor bupati saat ini akan dijadikan kantor dewan, dan dibangun kantor bupati di lahan kantor dewan,” tegas Sumendap.

Selain itu, pembangunan kantor bupati tersebut tidak mempengaruhi anggaran yang telah disiapkan Pemkab dalam penanganan Covid-19.

“Perencanaan pembangunan dan penganggaran dilakukan sebelum Covid-19. Selain itu juga tidak menggangu rekofusing anggaran,” ujarnya.

Berkaitan dengan pembangunan RSUD, dikatakan Sumendap, proses pembahasan sudah dilakukan sejak 2015, meski dalam RTRW wilayah yang saat ini dijadikan lokasi pembangunan rumah sakit sebagai wilayah untuk pembangunan stadion, sedangkan untuk merubah RTRW dilakukan setiap lima tahun sekali tepatnya jatuh pada tahun 2019.

Namun menurutnya, ia harus mengeluarkan diskresi untuk pembangunan RSUD tersebut karena menyangkut kepentingan umum yang lebih besar berkait dengan pemenuhan kesehatan kepada masyarakat.

Sementara itu, terkait laporan tidak adanya Amdal di RSUD tersebut, menurutnya hal itu keliru dan tidak berdasar.

Diungkapkannya, pembangunan di bawah 10 ribu meter persegi berdasarkan Undang-Undang lingkungan hidup itu tidak perlu dilakukan analisa dampak lingkungan tetapi cukup UKL UPL, dan status hukum sama kedudukannya, serta telah diterbitkan sejak tahun 2015.

“Kenapa belum diatur, karena ada syarat administrasi yang belum terpenuhi yaitu perubahan RTRW. Pemanfaatan dari segi lingkungan sudah memenuhi syarat tetapi untuk pemanfaatan ruang belum memenuhi syarat. Karena apa, karena rencana tata tuang itu belum dilakukan perubahan,” jelas Sumendap.

Dia juga memastikan, dalam beberapa tahun terakhir Pemkab Minahasa Tenggara dalam proses pengadaannya telah terintegrasi dengan KPK.

“Untuk proses pengadaannya juga dari Pemkab sudah host to host dengan KPK. Jadi semua pengadaannya dapat diketahui oleh KPK,” ungkapnya.

Komitmen untuk pemberantasan korupsi makin dipertegasnya dengan memerintahkan inspektorat bekerja lebih maksimal untuk menangani setiap permasalahan penyalahgunaan anggaran maupun kewenangan.

“Inspektorat sikat siapa pun yang terlibat baik itu saudara, atau teman. Saya (bupati) tidak akan membela, atau mengintervensi inspektorat dalam setiap penanganan,” tegas Gladiator Mitra ini.(ten)