Sementara terkait pembatasan yang diberlakukan Pemerintah Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra) menurutnya itu internal kelembagaan dan hak pejabat pembina kepegawaian.
Namun dikatakannya, sesuai regulasi pihaknya tetap akan memberi ruang karena pembatasan ASN ikut perekrutan PPK bukan syarat dari pihak KPU.
“Terkait teknisnya tidak etis jika kami secara tegas melarang ASN ikut perekrutan. Namun secara prinsip berdasarkan regulasi kami tidak bisa melarang ASN ikut perekrutan. Jadi ini kembali ke ASN yang memiliki institusi kelembagaan, maupun mereka yang memiliki ikatan kontrak kerja penuh waktu di tempat lain tersebut,” tandas Salman Sahelangi.
Pihak KPU Provinsi Sulut dari awal regulasi secara logika menjelaskan bahwa penyelenggara adhoc ini bukan permanen dan standar Kementerian Keuangan untuk membayar honorariumnya tidak sesuai UMP/UMR.
“Dengan begitu badan adhoc ini tidak kerja penuh waktu, hanya saja KPU akan meminta ketika ada tahapan, PPK tersebut tidak bisa meninggalkannya,” katanya.
Atas dasar itu, pihaknya hanya meminta sebagai penguatan agar ada ijin atasan jika ASN ikut perekrutan PPK sehingga secara kelembagaan tahu bahwa ASN tersebut masuk PPK.
“Dalam ijin atasan langsung ini memang tidak punya format resmi dan yang kami butuhkan hanya satu level diatas PPK tersebut, misalnya kalau dia staf cukup dari atasan eselon IV saja, begitu juga eselon IV hanya butuh ijin langsung dari eselon III,” jelasnya.
Hal ini juga merupakan tindakan pencegahan, dimana menurutnya jangan sampai ada perdebatan karena atasan tidak tahu ASN daftar PPK.
“Ijin atasan ini merupakan ketentuan tambahan saja dan bukan syarat mutlak,” pungkasnya.(ten)