MK Kabulkan Keluarga Petahana Maju di Pilkada, Ini Kata Pengamat Politik

AMURANG, (manadotoday.co.id) – Dikabulkannya keluarga petahana (incumbent) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) maju sebagai calon di pemilihan kepala daerah (Pilkada), dan menggugurkan larangan petahana maju di Pilkada sebagaimana Undang-undang nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada, ditanggapi salah satu pengamat politik dan pemerintahan Sulawesi Utara (Sulut), Dr Ferry Liando SIP MSi.

Dr Ferry Liando SIP MSi, Ferry Liando
Dr Ferry Liando SIP MSi

Menurutnya, sejak awal pembatasan keluarga petahana mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah sebagaimana diatur dalam UU nomor 8 tahun 2015 tentang telah menimbulkan masalah, sebab pasal tersebut mengandung pengekangan kebebasan politik warga negara. Meski harus dipahami latar belakang kenapa pasal pelarangan tersebut muncul di UU pilkada.

“Alsannya karena banyak keluarga pejabat yang tidak punya kapasitas, minim pengalaman di pemerintahan tidak cakap tapi sangat gampang jadi kepala daerah , akibat pebgaruh kekuasaan dari pejabat terdahulu yang kebetulan punya power, uang banyak dan jaringan,”  terangnya.

Lam Selain itu popularitas pejabat terdahulu, kemudian sering dimanfaatkan calon kepala daerah yang memiliki hubungan kekerabatan dengan kepala daerah terdahulu atau petahana. Dan kemudian sering didapati pula  praktek memanfaatkan bantuan-bantuan sosial oleh petahana dalam rangka mendukung kerabatnya yang menjadi calon kepala daerah dan Birokrasi yang dimanfaatkan sebagai mesin politik pengumpul suara.

“Modus-modus itu ternyata cukup efektif, dalam memenangkan pilkada meski calon dari kerabat petahana minim pengalaman,” tandasnya.

Namun sesungguhnya disisi lain, menurut Liando, akar persoalannya sebenanrnya bukan terletak pada larangan kerabat atau keluarga petahana menjadi calon. Sebab yang paling penting calon kepala daerah harus memiliki pengalaman kempemimpinan yang baik di itahanisai politik maupun organisasi non politik. Dimana yang bersangkutan telah menjadi anggota selama 5 tahun yang telah mengikuti latihan kepemimpinan politik, teknik advokasi, organisasi dan manajerial sehingga calon tersebut akan tampil bukan hanya sekedar populer.

“Nah jika tahapan pendidikan politik telah diikuti dengan seksama dan sistematis, dan akhirnya membentuk sumber daya manusia yang bersangkutan berkualitas, apapun latar belakangnya tidak perlu dipersoalkan, termasuk apakah yang bersangkutan keluarga petahana, keluarga pejabat atau tidak,” imbuhnya.

“Seperti halnya di AS yang tidak mempersoalkan keluarga Kennedy dan Bush, yang pernah mendominasi pemerintahan, karena keluarga tersebut telah matang di parpol dan dikenal punya kapasitas  dan intelektual,” tutup putra terbaik Minahasa Selatan ini. (lou)