MINIMALISASI PELANGGARAN LALIN, DISIPLIN DAN KETAATAN DIPERLUKAN

Lexie Kalesaran
Lexie Kalesaran

(Oleh : Lexie Kalesaran/Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)

Pelbagai cara dilakukan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) termasuk di wilayah Polda Sulawesi Utara dalam kerangka mengurangi angka, baik kuantitatif maupun kualitatif, pelanggaran lalulintas (lalulintas) dan kecelakaan lalulintas (lakalantas).

Salah satunya adalah dengan melakukan operasi, seperti operasi yang diberi nama Operasi Patuh Samrat 2020. Operasi yang digelar Polda Sulut dan jajarannya (Polres/Polresta) ini berlangsung selama beberapa 14 hari yakni dari 23 Juli hingga 5 Agustus.

Operasi Patuh Samrat 2020, jelas Direktur
Lantas Polda Sulut Kombes Pol. Iwan Sonjaya, lebih mengedepankan tindakan yang humanis, yakni preemtif 40 persen, preventif 40 persen dan penegakkan hukum atau tilang 20 persen.

Sasaran prioritas Operasi Patuh adlah pengemudi dan penumpang yang tidak menggunakan helm SNI, pengemudi yang menggunakan handphone, pengemudi yang melawan arus dan tidak menggunakan sabuk pengaman.
Di momentum operasi patuh ini, petugas juga memberikan sosialisasi pencegahan covid-19 dan melaksanakan kegiatan simpatik dengan membagilan masker kepada masyarakat.

“Kita juga menegur secara humanis kepada masyarakat yang belum menggunakan masker, untuk menggunakan masker dan sama-sama kita mencegah meminimalisir penerapan penyebaran covid-19,” sebut Dirlantas.

Berdasarkan hasil operasi, terlihat angka kecelakaan lalin menurun dua kasus dibanding tahun sebelumnya (2019) yang mencapai 29 kasus. Secara kualitas, korban meninggal dunia tidak mengalami perubahan.  Dimana tahun 2019 ada 7 korban meninggal dunia sedang di tahun 2020 juga ada 7 korban.
Untuk angka yang diambil dari penindakan, terjadi penurunan yang signifikan. Dimana di tahun 2019 sebanyak 8.900 pencegahan dan di tahun 2020 sebayak 4.200.

Keberhasilan yang dicapai, tidak terlepas kaitannya dengan upaya dan kerja keras semua jajaran kepolisian di daerah ini.Sejatinya, angka pelanggaran atau kecelakaan lalulintas bisa ditekan seminimal mungkin bila ada kesadaran dari masyarakat untuk berkendara sesuai aturan yang berlaku. Kalau pengendara kendaraan bermotor (ranmor) mempersiapkan surat-surat kendaraan yang diperlukan seperti SIM dan STNK, memeriksa kelaikan kendaraan, menggunalan helm SNI bagi pengendara roda dua, menggunakan sibuk pengaman bagi pengendara roda empat atau lebih, tidak berkendara sambil menggunakan handphone, tidak melawan harus lalin, berkonsentrasi saat berkendara dan lain-lain, diyakini angka lakalantas dan pelanggaran lalin akan berkurang (minimal).

Kendatipun bersifat operasi, yang seyogianya, penindakan (penegakkan hukum) namun Polri tetap memberikan ‘ruang’ dengan mengedepankan preemtif dan preventif yang masing-masing mencapai 40 pperen bila dibandingkan dengan penegakkan hukum atau tilang (bukti pelanggaran) yang hanya 20 persen. Hal ini dilakukan Polri sejalan dengan renstra atau kebijakan Polri yang mengedepankan tindakan humanisme (selain Promoter yaitu professional, modern dan terpercaya). Disiplin dan ketaatan berlalulintas. menjadi kuncinya. Walau tidak ada operasi, kalau kita sudah terbiasa (disiplin dan taat) melakukan apa yang sudah menjadi pedoman keselamatan berlalulintas maka hal-hal yang tidak diinginkan diyakini akan sulit terjadi.

Ada pepatah lama yang masih relevan sampai saat ini yakni “Lebih baik mencegah dari pada mengobati,” kiranya menjadi pegangan. Lebih baik kita disiplin dan taat (mencegah) dari pada berurusan dengan hukum karena kena tilang akibat melanggar aturan lalin, lakalantas -walau tidak diinginkan- yang harus berurusan dengan RS/Puskesmas, dan lain-lain (mengobati). (Penulis adalah Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)