Eterno !

Oleh: Ram Makagiansar 

Diego Maradona di Jakarta bersama Eddy Sofyan. (ist)

JEPANG pasti tak bisa dilupakan. Negeri Matahari Terbit itu dikenal ikut menjajah Indonesia. Cukup lama memang, 3,5 tahun.

Namun dari negeri itu seakan ada keterkaitan secara emosional dengan sepak bola kita.

Ya, saat sepakbola mereka belum semantap 20 tahun belakangan ini, ada produk Indonesia yang mewarnai kompetisi mereka.

Ricky Yakob, anak Medan dikontrak klub Matsushita. Sayangnya baru 6 pertandingan dan 1 gol, Ricky dihantam cedera. Juga karena sulit beradaptasi di cuaca dingin. Ia pun hanya sekitar 1 tahun di sana.

Ketertarikan terhadap Ricky dimulai saat Kings Cup Bangkok dan Indonesia vs Jepang di ajang Pra Olimpiade di Senayan.

Matsushita, belakangan ganti nama jadi Gamba Osaka (1996) dua kali jadi juara J-League, 2005 dan 2014.

Bahkan juara Liga Champions Asia 2008.

Kini, suami mantan peloncat indah Harly Ramayani telah tiada pada usia 57 tahun. Dia meninggal Sabtu (21/11/2020). Top di lapangan hijau di lapangan hijau lah ia ternyata menghembuskan napas terakhir. Itu terjadi  saat  eks pemain asal Sumut tampil di trofeo Medan.

Diego Maradona di Jakarta bersama Eddy Sofyan (ist)

Jauh sebelumnya, masih di Jepang, Indonesia sudah “belajar” juga sepak bola. Momen itu saat Piala Dunia U-20.

Dibarisan skuad Argentina,  sudah ada seorang pesepak bola masa depan bernama, Diego Armando Maradona.

Bersama Ramon Diaz, Diego Maradona membungkam tim asuhan Sucipto Suntoro, 5-0. Maradona sumbang 2 gol, Diaz  3  pada laga 26 Agustus 1979 itu.

Lawan Polandia (28/8/1979)  dan Yugoslavia (30/8/1979) pun setali tiga uang. Indonesia kalah 0-6 dan 0-5.

Indonesia bagaikan dapat durian runtuh. Irak, Korea Utara dan sang juara Asian Youth Championship U-19  1978 Arab Saudi mengundurkan diri. Indonesia pun ditunjuk jadi wakil Asia oleh AFC dan disetujui FIFA.

Siapa yang bisa menduga Mundari Karya cs  sudah akan bersua Argentina dengan calon pemain terbesar, Maradona?

Selang 7 tahun kemudian, publik bola dunia menyaksikan kematangan dan kehebatan “Si Boncel”. Ia membawa negaranya Argentina menggenggam Piala Dunia 1986 di Mexico.

Sebuah pencapaian Spektakuler. Jerman tak kuasa menahan Maradona dan kalah 3-2 pada final di stadion Azteca.

Sinyal ke arah keemasan sebenarnya audah terjadi di Jepang itu. Maradona membawa negaranya menghantam Uni Sovyet 3-1 di final Piala Dunia U-20 ketika Indonesia jadi lawan pertama.

Maradona pun disejajarkan dengan legenda Brazil, Edson Arantes Do Nascimento alias Pele.

Bahwa, Amerika Latin telah kembali melahirkan pemain kualitas mega bintang.

La Liga Spanyol dan Serie E Italia, beruntung pernah merasakan atmosfer saat Maradona  berseragam Barcelona dan Napoli.

Namun, dibanding Pele, kehidupan kontroversi tak luput dari seorang Maradona.

Seperti doping yang menyerangnya saat Piala Dunia 1994, AS, adalah contoh kehidupan lain sang super star. Clubbing dan lainnya amat erat dengan kehidupannya pasca pensiun.

Tapi, apapun dan bagaimanapun  nama Maradona tetap bernilai komersil tinggi.

Daya tarik nya tetap kuat bagi pecinta sepak bola dunia. Tak terkecuali di.mata  Eddy Sofyan, ketua Badan Sepakbola Rakyat Indonesia (Basri).

Maradona pun didatangkan ke Indonesia,  Juni 2013. Selain temu fans, tak ketinggalan juga coaching clinic.

Eddy memang paham betul kerinduan dan keinginan publik bola. Jauh sebelumnya, klub kesohor Associazione Calcio (AC) Milan juga mampu didaratkannya ke Indonesia, 1994.  Pas agenda Rossoneri ke Asia Tenggara.

Ram Makagiansar

Bukan hanya itu, PSV Eindhoven  yang ada kaitan pemasangan lampu Philips di Stadion Tambaksari Surabaya, dan Stadion Klabat,  juga ada perannya pada 1996. Àpalagi il phenomenon berkategori mega bintang ketiga Latin, Ronaldo Luis Nazario de Lima (Brazil) ada di dalamnya.

Eddy masih  punya obsesi lain. April 2019, sebenarnya ada juga eks pesepakbola berkelas maestro Ronaldinho Gaucho yang sedianya ke Palembang. Namun gagal karena Covid 19.

“Untuk Diego, selamat jalan sahabat. Saya tak mungkin lupa  saat kita berdua ngobrol bareng sambil duduk di lantai karpet hotel,” kata Eddy Sofyan.

Itu ungkapan Eddy di gup WA Basri Indonesia.

“Dan, mari kita berharap Ronaldinho bisa datang 2021. Sebab sudah ada kesepakatan awal,” sambung Sekjen Basri Tommy Arief.

Maradona tak bermain.  Namun, cerita luar biasa telah tersaji dalam kisah sepak bola Indonesia.

Kini dia telah pergi untuk selamanya dalam usia 60 tahun. Keprihatinan atas kepergian sang legendaris di sepak bola jelas bermunculan. Christiano Ronaldo dan Leo Messi, dua kategori bintang karena belum  menggenggam Piala dunia, bersama menyuarakan,”Eterno” . Artinya menuju keabadian.

Seorang Diego Maradona dan Ricky Yakob tentu berbeda. Tapi dua pesepakbola itu dianggap ada dalam sejarah dunia dan Indonesia.

Bela sungkawa atas seorang Ricky Jakob  juga tetap ada sebagai bukti pengakuan dunia luar.

Tak main-main datang dari Ketua FIFA yang asal Italia Gianni Ifantino.

“Kepada ketua Umum yang terkasih, kami turut berduka cita atas meninggalnya pemain legendaris Indonesia Ricky Yakob. Kata-kata seakan belum cukup untuk mengungkapkan kesedihan atas kehilangan ini,” tulis Ifantino lewat surat kepada Mochamad Iriawan, ketua umum PSSI.

Kini, ucapan sama terlamatkan ke Buones Aires, Argentina, kepada sang legenda dunia. Eterno, Diego !.(*)