Buka Sidang MPL dan Konsultasi BIPRA SAG Sulutenggo, Ini Pesan Wagub Kandouw

Gubernur Olly Dondokambey, Steven O.E. Kandouw, Sidang Majelis Pekerja Lengkap, Sinode Am Gereja-gereja, SAG,
Wakil Gubernur Sulut Steven O.E. Kandouw, membuka Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) dan Konsultasi BIPRA Sinode Am Gereja-gereja (SAG) Suluttenggo, yang digelar di Gereja KGPM Sentrum Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Selasa (5/4/2022). (tofo:ist)

SULUT, (manadotoday.co.id) – Gubernur Olly Dondokambey diwakili Wakil Gubernur Steven O.E. Kandouw, membuka Sidang Majelis Pekerja Lengkap (MPL) dan Konsultasi BIPRA Sinode Am Gereja-gereja (SAG) Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo (Suluttenggo) yang digelar di Gereja KGPM Sentrum Kawangkoan, Kabupaten Minahasa, Selasa (5/4/2022).

Kegiatan itu dihadiri Kapolda Sulut Irjen Pol Mulyatno, Wakil Pangdam XIII/Merdeka Brigjem Erdy Lumintang, Bupati Minahasa Roy Roring, Anggota DPR RI Vanda Sarundajang, Wakil Bupati Minahasa Selatan Petra Rembang, Ketua Komisi WKI SAG Sulutteng, Pnt Peggy Adeline Mekel SE MA, peserta Sidang MPL, dan perwakilan 13 Komisi WKI di Sinode Gereja.

Kegiatan diawali dengan ibadah yang dipimpin Sekretaris Umum MPH PGI Pdt Jaclevyn F. Manuputty.

Kandouw dalam sambutannya, menyampaikan beberapa pesan terkait kegiatan, kerukunan dan pemerintahan. Menurut dia, dalam minggu-minggu sengsara seiring dengan bulan suci Ramadhan umat Muslim beribada puasa, menjadi momentum bagi seluruh umat manusia untuk introspeksi, kontemplasi dan evaluasi diri.

“Puji Tuhan kita boleh melaksanakan acara ini di Kawangkoan. Ada ragey, ada kacang, ada biapong. Saya tambahkan ada air panas. Ada Bukit Kasih di Kanonang. Itu melambangkan kerukuran di Sulawesi Utara,” ujarnya, sembari mengucapkan selamat beribadah puasa kepada Kapolda Sulut.

Kandouw menyampaikan, Gereja GKPM merupakan Gereja kaum nasionalis seperti BW Lapian (Pahlawan Nasional), Dr Sam Ratulangi (Pahlawan Nasional). Meski berbeda dengan gerejanya. Namun simbol-simbol ini menunjukan kerukunan, perdamaian dan harmonisasi terus menerus terpelihara sejak dulu hingga sekarang. Hal itu dibuktikan dengan dirilisnya kota-kota di Sulawesi Utara salah satunya KotaTomohon berada di nomor dua paling rukun (toleran) di Indonesia.

“Kalau gereja saya, gereja Belanda. Sengaja saya singgung ini. Ini menjadi simbol-simbol perdamaian, simbol-simbol hamoni. Mudah-mudahan ini menjadi inspirasi, aspirasi untuk kita semua,” terangnya.

Pada kesempatan itu, Kandouw mengajak kepada Sinode Am Suluttenggo bersama-sama dengan Pemerintah Provinsi untuk memperluas kerjasama disemua aspek, bukan hanya masalah religi tetapi hal-hal yang ada di masyarakat.

“Terutama upaya, ikhtiar semangat kita memerangi Covid 19. Puji Tuhan, kemarin Sulawesi Utara laporannya nol kasus. Tetapi, kita tetap alert. Tetap antisipasi. Dan membuktikan penetrasi, upaya melawan Covid 19 ini, melalui tokoh tokoh agama paling efektif. Untuk itu saya menghimbau, mari kita gelorakan semangat untuk melawan Covid 19,”ajaknya.

Kandouw juga memberi apresiasi kepada jajaran Polda Sulut dalam satu bulan (Maret 2022) berhasil memberantas penyakit masyarakat dengan mengungkap 11 kasus peredaran obat terlarang narkotika di Kota Manado dan sekitarnya.

“Terima kasih kepada jajaran pak Kapolda. Ternyata narkoba di Sulut bukan datang dari luar negeri. Itu dari Sulteng, ke Gorontalo baru masuk ke torang (Sulut) Manado. Jaringan internasioan sekarang dari Tawau (Malaysia) masuk Sulteng, baru menyebar. Penyakit ini harus torang hadapi bersama. Gereja harus menjadi garda terdepan perangi penyakit masyarakat ini,” katanya.

Kandouw juga mengingatkan soal iman dan gereja yang harus saling menjaga. Ia kemudian menganalogikan gereja berupa rantai yang mengikat kapal dan jangkar.

“Jangkar itu adalah iman. Gereja itu rantai untuk menjaga kapal ini tidak hanyut terkena arus gelombang. Pakai terus, kuatkan terus jangkar ini. Jangan sampai karatan. Kalau jangkar ini putus, umat yang akan hanyut,” turutnya.

Lanjut kandouw yang juga Wakil Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya dan Dana Sinode (BPMS) GMIM ini, mengingatkan agar dalam hidup menggereja jangan bersikap eksklusif melainkan terbuka dengan umat yang lain. Menurutnya, hidup di NKRI sesuatu yang luar biasa dalam keberagaman. Apalagi kata Kandouw, ada lima agama yang diakui pemerintah, dan semua itu harus saling menghormati satu sama lain.

“Perlu juga diingat. Jangan pakai rantai ini untuk mengikat kita. Mengikat gereja, mengikat umat. Jangan kita menjadi eksklusif, sebab kita hidup di NKRI. Kita hidup ditengah beragam. Mari kita menempatkan diri yang baik supaya kita keluar dari hal-hal eksklusif ini. Setahu saya, PGI mengutamakan inklusif,” ungkapnya.

Ia mengingatkan agar rantai tersebut tidak mengakibatkan lahirnya orang-orang radikal atau esktrimis. Orang-orang yang memaksakan kehendak dengan kekerasan. Apalagi kata dia, bibit ekstrimis, radikal bukan hanya ada di satu agama.

“Ini perlu dijaga baik baik. Jangan kita jadi radikalis Kristen, ekstrimis Kristen. Terakhir, up to date di tengah-tengah kita. Kita bersama sama di dunia ini. Jangan biarkan kita. Memupuk diri kita, menjadi orang fatalisme (merasa dikuasai takdir). Orang yang pasrah. Menyerah dengan keadaan. Kita punya motto yang sangat gerejani “Ora et Labora” bekerja dan berdoa. Mari kita bawa umat kita, Sinode Am ini supaya anti fatalis. Mari bekerja dan berdoa,” pungkasnya. (ton)