Tim Kerja Komite I DPD RI Ambil Masukan Penyusunan RUU Daerah Kepulauan di Sulut

SULUT, (manadotoday.co.id) – Tim Kerja Komite I DPD RI dibawah pimpinan Ketua Benny Rhamdani, mengunjungi Pemprov Sulawesi Utara (Sulut) untuk mengambil masukan terkait penyusunan RUU tentang Daerah Kepulauan.

Kunjungan tim itu, diterima Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Edison Humiang mewakili Gubernur Olly Dondokambey, bersama sejumlah Kepala SKPD Pemprov Sulut, di ruang F.J. Tumbelaka, Selasa (18/12/2018).

Rhamdani mengatakan, RUU tentang Daerah Kepulauan yang terdiri dari 11 Bab dan 45 Pasal ini dapat menjamin adanya kepastian hukum bagi pemerintah daerah kepulauan. Selain itu, RUU ini mampu menjaga dan mempertahankan karakteristik daerah kepulauan, mampu mewujudkan pembangunan yang berkeadilan, serta memberikan perlindungan hak-hak masyarakat di daerah kepulauan.

“RUU Daerah Kepulauan mampu menjadi pemicu bagi pembangunan dan menjawab segala persoalan-persoalan di daerah kepulauan yang saat ini masih terpinggirkan. Negara harus hadir di pinggiran ini sebagai negara kesatuan,” katanya.

Sementara Humiang menerangkan, bahwa wilayah perbatasan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan garda terdepan penjaga kedaulatan dan cermin bukti harga diri bangsa, serta merupakan security belt yang menjadi benteng bagi tetap tegaknya NKRI.

“Dengan posisi wilayah perbatasan yang demikian strategis mengharuskan adanya special treatment terhadap pengembangan wilayah perbatasan. Pembangunan wilayah perbatasan tidak bisa hanya dilihat dalam konteks pembangunan yang normal dan sama seperti wilayah daratan,” ungkapnya.

Humiang menuturkan, terdapat berbagai isu dan permasalahan wilayah perbatasan, yang perlu mendapat perhatian dan didiskusikan bersama untuk dicarikan solusi terbaik.

Secara politis, penetapan batas-batas terluar dari daerah-daerah di wilayah perbatasan belum begitu jelas, hal ini memberikan peluang terjadinya infiltrasi asing yang mengganggu kedaulatan dan keutuhan NKRI.

Disamping itu, kondisi keamanan yang sangat rawan, terutama berkaitan dengan kegiatan penyelundupan barang, narkoba dan psikotropika, uang palsu, jalur transit gerakan terorisme internasional, pembuangan limbah berbahaya, dan illegal fishing oleh nelayan asing dengan armada yang lebih canggih.

Lanjut Humiang, jaringan telekomunikasi yang belum menjangkau secara merata di semua daerah perbatasan mengakibatkan terbatasnya akses terhadap informasi.

“Padahal kecepatan menguasai informasi merupakan suatu hal penentu bagi kemajuan di abad ini, apalagi dalam menjaga stabilitas keamanan dan kedaulatan negara,” kata Humiang.

Selain itu, terbatasnya sarana dan prasarana perhubungan darat, udara dan laut bagi kegiatan mobilitas penumpang, barang dan jasa dapat menyebabkan masyarakat wilayah perbatasan terisolasi dari proses pembangunan.

Tambah Humiang, aktivitas ekonomi dan sosial masyarakat wilayah perbatasan yang sangat tergantung pada kondisi alam yang sebagian besar terdiri dari lautan.

“Apabila kondisi alam tidak bersahabat menyebabkan masyarakat terperangkap pada kesulitan untuk memenuhi kebutuhan pokoknya, kalaupun ada, harganya sangat tinggi. Kondisi ini membuat masyarakat wilayah perbatasan hidup dalam kemiskinan serta keterbelakangan,” im­buhnya.

Lebih lanjut, masih dalam sambutan, Humiang mengatakan, masih kurangnya infrastruktur kesehatan dan pendidikan, menyebabkan masyarakat perbatasan sulit memperoleh pelayanan pendidikan dan kesehatan yang layak. Karenanya, masyarakat perbatasan yang menjadi tenaga kerja di negara tetangga umumnya hanya mengisi lowongan pekerjaan di sektor informal atau pekerja kasar.

Pertemuan itu turut dihadiri para anggota Tim Komite I DPD RI dan aktivis LSM pemerhati masalah kepulauan. (ton)