Ketua DPRD Mitra Tavif Watuseke Dinilai Lecehkan Wartawan

Ketua DPRD Mitra ,Tavif Watuseke , DPRD mitra, pelecehan wartawanRATAHAN, (manadotoday.co.id) – Ketua DPRD Mianahasa Tenggara Drs Tavif Watuseke dinilai melakukan tindakan tidak terpuji saat mengusir wartawan yang akan meliput agenda pembahasan Kebijakan Umum Angaran (KUA) Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) tahun 2018, yang berlangsung alot. Pasalnya, antara ekskutif dan legislatif terjadi tarik menarik soal penetapan anggaran di banggar.

Pembahasan KUA PPAS ini sudah berlangsung selama tiga hari, mulai Senin (24/7/2017) sampai saat ini, belum ada penyelesaian terkait pembahasan tersebut. Hal yang sangat disayangkan juga ketika awak media yang meliput, disuruh bergeser dari area pembahasan oleh pimpinan DPRD Tavif Watuseke, dengan alasan pembahasan dilakukan tertutup. Beberapa wartawanpun yang kebetulan berada ditempat itu langsung berpindah tempat.

“Ini sebagai bentuk pelecehan terhadap wartawan. Karena dilakukan secara tidak etis,” kata Kasim Malalonto.

Dirinya menyanyangkan seorang pimpinan Dewan tidak paham aturan. Seharusnya tindakan seperti itu tidak perlu terjadi. Karena semua ada etikanya ketika memberitahu atau menyampaikan.

“Kalau merasa dirugikan pers bisa menuntut sesuai dengan aturan yang berlaku di kalangan pers,” ujarnya.

Pengamat politik dan pemerintahan, Tavif Tumbekaka juga berpendapat sama. Dirinya juga mempertanyakan tindakan ketua DPRD yang secara sadar dan sengaja mengusir waratawan.

“Kalau ada pembahasan resmi sebaiknya sudah diberitahukan terlebih dahulu. Atau paling tidak menyampaikan dengan sopan kepada teman-teman media. Jangan menyampaikan kasar, apalagi saat kegiatan berlangsung,” serunya.

Atas kejadian tersebut dirinya mendorong JMT untuk membawa ini keranah hukum, sebab pers dilindungi UUD kebebasan informasi.

“Kalau dirasa merugikan dan tak mengenakan, teman-teman silahkan membawa persolan ini keranah hukum. Sebab ini sebagai bentuk pembungkaman tugas jurnalistik,” jelasnya.

Sementara ketua Jurnalis Minahasa Tenggara, Ruland Sandag, menyesalkan sikap oknum ketua Dewan tersebut.

“Kehadiran kami di DPRD, hanya menjalankan tugas untuk mencari informasi. Herannya, kenapa kemudian kami justru mendapat perlakuan yang jelas. Dan ini sangat menghalagi tugas kami dalam mencari informasi,” tutur Sandag.

Dengan kejadian itu, Sandag menduga apakah pimpinan DPRD tidak memahami aturan atau ada sesuatu yang justru tidak beres dalam pembahasan itu.

“Seharusnya itu tidak perlu terjadi. Kalaupun memang ada pembahasan yang bersifat tertutup, mengapa tidak disampaikan secara baik-baik tanpa harus melalui pengeras suara. Yang notabene didengarkan seluruh pejabat yang hadir dalam agenda tersebut,” sesal Sandag.

Dirinya berharap kejadian ini menjadi pembelajaran agar tidak terulang dikemdian hari.

“Apalagi dilakukan pimpinan lembaga terhormat DPRD. Bahkan menjadi pelajaran juga bagi kita semua,” tukasnya.(ten)