Soal Ganti Rugi Depot Bitung, Pertamina Ingin Segera Lakukan Pembayaran

Manado, (Manadotoday.co.id) – Percepatan penyelesaian masalah lahan Depot TBBM Bitung untuk ahli waris Dotu Simon Tudus hingga saat ini masih berproses. Terkait situasi ini, PT Pertamina, Kamis 15 Juni 2017, di Kantor Gubernur Sulut mengadakan pertemuan dengan para ahli waris tersebut.

Pertamina
Pertemuan Pertamina dengn Ahli Waris disaksikan BPN dan Kejaksaan di Kantor Gubernur Sulut

Menurut VP Asset Operations Direktorat SDM, Teknologi Informasi dan Umum PT Pertamina, Hermawan, Pertamina memandang perlu menyelenggarakan pertemuan tersebut untuk mempercepat penyelesaian masalah Ganti Rugi Lahan Depot TBBM Bitung.

Bukan itu saja, Hermawan mengungkapkan, selain mencari simpulan terhadap pembayaran ini, Pertamina juga ingin meluruskan isu yang berkembang yang menyebutkan, perusahan BUMN ini tidak serius dalam penyelesaian ganti rugi sehingga kasus ini menjadi berlarut-larut.

Untuk meluruskan isu-isu negatif tersebut, maka Pertamina berinisiatif mengadakan pertemuan bersama pihak Ahli Waris dengan mengundang seluruh ahli waris Simon Tudus yang berjumlah 124 orang agar permasalahan menjadi jelas dan penyelesaian ganti rugi lahan bisa segera selesai.
Hermawan menceritakan, kasus ini bermula pada tahun 1974 dalam rangka proyek pengembangan Wilayah Indonesia Timur, Pemerintah telah menugaskan para Gubernur dan Pemerintah Provinsi untuk menyediakan lahan dan Pertamina yang membangun depot BBM. Dalam perkembangannya, ternyata tugas ini tidak diselesaikan dengan paripurna, terbukti dengan adanya tuntutan Ahli Waris yang meminta hak ganti rugi.

Menyikapi kondisi tersebut, Pertamina menginginkan masalah ini segera selesai. Mengingat saat ini pemerintah sedang giat-giatnya mendukung pengembangan Kawasan Timur Indonesia.

“Kota Bitung yang merupakan salah satu pusat pertumbuhan ekonomi, mengharuskan Pertamina, sebagai penyedia energi BBM, melakukan upgrading Depot Bitung yang saat ini kondisinya sudah memerlukan banyak perbaikan,” kata Hermawan seraya mengungkapkan kerangka penyelesaian masalah lahan TBBM Bitung ini adalah pelaksanaan putusan pengadilan yang sudah incraht, yang mengharuskan Pertamina mengosongkan lahan.

pertaminaLanjut Hermawan, mengingat Depot TBBM Bitung merupakan obyek vital nasional, maka secara peraturan dilindungi dan tidak dapat dikosongkan. Berkenaan dengan hal tersebut, maka diselesaikan dengan cara kesepakatan damai (dading) dimana Pertamina membayar biaya ganti rugi kepada Ahli Waris. Mengingat hal ini dalam tahap eksekusi, maka kesepakatan dading tersebut tetap dalam payung Pengadilan Negeri selaku eksekutor.

Pertamina sebagai perusahaan negara harus tunduk dengan peraturan perundangan yang berlaku dan menjunjung tinggi prinsip Good Corporate Governance (GCG), dimana dalam penyelesaian masalah ganti rugi ini harus mengedepankan asas kewajaran, keterbukaan dan dapat dipertanggungjawabkan.

Hermawan menguraikan, beberapa permasalahan utama dalam penyelesaian masalah Bitung ini, yaitu jumlah Ahli Waris yang sangat banyak (saat ini terdaftar 124 orang untuk ahli waris Simon Tudus dan 26 orang untuk ahli waris Martinus Pontoh), luas tanah yang berbeda dengan sertifikat, obyek tanah yang tumpang tindih (overlap) antara sertifikat satu dengan yang lainnya, Ahli Waris yang belum seluruhnya bersepakat, serta Kuasa Ahli Waris yang berbeda-beda. Hal ini belum termasuk adanya gugatan baru yang masih muncul atas lahan tersebut, meskipun sudah dinyatakan incraht.

Disamping itu, pihak Ahli Waris sampai saat ini belum mencapai kesepakatan atas Pihak Kuasa yang ditunjuk. Dengan jumlah ahli waris yang sangat banyak tersebut, jelas tidak memungkinkan bagi Pertamina untuk bernegosiasi secara langsung dengan Ahli Waris dan memang harus melalui Kuasa. Kondisi ini sangat menyulitkan Pertamina karena Pihak yang mewakili ahli waris menjadi berbeda-beda dan menyulitkan komunikasi dalam membangun kesepakatan.

Pada tahun 2012, Gubernur Provinsi Sulawesi Utara telah membantu dengan membentuk Tim Penyelesaian Permasalahan TBBM Bitung yang beranggotakan dari unsur Pemda, Kejaksaan Tinggi, BPKP, Polda dan Pertamina yang saat itu telah menghasilkan produk berupa inventarisasi & verifikasi data ahli waris, pengukuran luas lahan serta penilaian harga ganti rugi dengan menggunakan jasa appraisal independent. Namun pelaksanaan ganti rugi belum dapat diselesaikan karena antar ahli waris tidak mencapai kesepakatan.

Penetapan Kuasa yang sah untuk mewakili komunikasi dgn ahli waris harus mendapat pengakuan dari Pengadilan Negeri selaku eksekutor, yang akan mengesahkan kesepakatan damai /dading. Pertamina tidak akan menerima atau menanggapi Kuasa Ahli Waris yang tidak terdaftar dan mendapatkan pengakuan dari Pengadilan Negeri. Sejauh ini pihak Pertamina telah melakukan pembahasan dengan kuasa Ahli Waris yang diakui oleh Pengadilan Negeri Bitung yaitu Sdr. Noldy Sulu and Partners, namun dalam perkembangan terakhir terdapat kuasa Ahli Waris baru yang terdaftar dan juga mendapat pengakuan dari Pengadilan Negeri Bitung yaitu Ny. Lisa.

Kesepakatan Ahli Waris harus utuh (seluruh ahli waris) untuk menghindari resiko bagi Pertamina di kemudian hari akibat munculnya potensi gugatan baru. Ahli Waris tidak seharusnya mengalihkan permasalahan internal Ahli Waris, yaitu belum adanya kesepakatan di antara seluruh Ahli Waris, kepada Pertamina dengan menyatakan bahwa Pertamina tidak mau membayar.

Adanya desakan beberapa pihak agar Pertamina membayar terlebih dahulu kepada Ahli Waris yang telah menerima tawaran Pertamina, untuk sementara belum ada ketentuan yang memungkinkan Pertamina dapat memenuhi hal tersebut. Dalam proses ganti rugi lahan harus memenuhi prinsip terang dan tunai. Artinya kesepakatan harus bulat dengan seluruh ahli waris yang sah dan pembayaran harus diterima seluruh ahli waris serta proses pengalihan hak ke Pertamina dapat dilaksanakan.

Harga yang ditawarkan oleh Pertamina berdasarkan appraisal dan merupakan harga wajar yang dapat dipertanggungjawabkan. Appraisal dilaksanakan KJPP yang telah diusulkan/mendapat rekomendasi oleh Tim Penyelesaian Permasalahan Tanah TBBM Bitung sebelumnya, yang pada waktu itu telah mendapatkan pendampingan dari BPKP dengan hasil sebesar Rp 1.550.000,- Kredibilitas KJPP telah dapat dipertanggungjawabkan dan tidak perlu dipertanyakan. Dan saat ini Pertamina telah menyampaikan penawaran harga terakhir sebesar Rp. 1.750.000,- melalui surat Direktur SDM dan Umum tanggal 17 Januari 2017.

Awalnya, lahan yang dibeli pada waktu itu adalah lahan kosong dan mentah. Sangat berbeda dengan kondisi saat ini yang sudah merupakan lahan matang dan berharga, setelah berdirinya depot TBBM yang dibangun Pertamina. Kegiatan ekonomi sekitar wilayah depot pun menjadi meningkat. Secara tidak langsung Ahli Waris telah mendapatkan keuntungan dari Depot ini karena nilai lahan meningkat.

Permintaan harga ganti rugi dari Ahli Waris yang melampaui harga wajar sudah pasti tidak akan dapat dipenuhi Pertamina sebagai perusahaan negara yang harus taat pada peraturan dan menjunjung tinggi prinsip GCG.

Aspek lain yang patut dipertimbangkan adalah depot Bitung berperan untuk menyuplai BBM subsidi di wilayah Sulut dan Gorontalo. Kegiatan supply BBM subsidi merupakan penugasan pemerintah untuk melayani kepentingan umum dan lebih merupakan kegiatan nirlaba (pengabdian). Dalam konteks ini sangat bijaksana apabila ahli waris dan masyarakat tidak memandang depot TBBM Bitung melulu sebagai kegiatan komersial.

Untuk menyelesaikan permasalahan ini segera, Pertamina saat ini sedang berkoordinasi dengan Kementerian Agraria & Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, mengingat Depot TBBM Bitung merupakan obyek vital nasional yang cukup strategis.

Pihak Ahli Waris dan Kuasanya diharapkan dapat segera melakukan konsolidasi internal, sehingga dapat segera membentuk kesepakatan dan kerukunan. Dengan adanya kesepakatan tersebut maka tahapan selanjutnya yang akan dilaksanakan adalah pembuatan akta dading/perdamaian yang nantinya didaftarkan ke Pengadilan Negeri Bitung. Selanjutnya Pertamina mengharapkan dapat segera mendapatkan jawaban tertulis dari Kuasa Ahli Waris atas penawaran yang telah disampaikan melalui surat Direktur SDM & Umum.

Sementara itu, kuasa ahli waris Dotu Simon Tudus, Alexius Wawoh SH, mengakui saat ini sudah sekitar 80 orang sebagai ahli waris Simon Tudus yang siap berdamai dengan dan siap berkoordinasi dengan Pertamina soal harga pembayaran. Namun begitu, dia tidak membantah jikalau masih ada sejumlah keluarga yang belum mau berdamai karena diiming-iming harga hingga Rp 6 juta per meter oleh sejumlah oknum.

“Kami minta Pertamina terbuka soal angkanya. Saat ini terungkap 1.750.000 per meter,” tukas Alexius Wawoh usai pertemuan. (*tim)