KPPSP Minahasa Gelar Diskusi Tentang Sejarah Demokrasi Minahasa Pioner Demokrasi Di Indonesia

tmp-cam--2081621896TONDANO, (manadotoday.co.id) – Komunitas Peduli Pemilu dan Sahabat Pemilu (KPPSP) Kabupaten Minahasa bekerjasama dengan Mawale Cultural Centre dan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Wilayah Sulawesi Utara (AMAN SULUT), menggelar diskusi dengan topik ‘Sejarah dan Perkembangan Demokrasi di Minahasa dan Indonesia’ di kelurahan Wawalintouwan, Tondano Barat, Rabu (05/04/2107).

Kegiatan ini bertujuan menghasilkan rekomendasi-rekomendasi sebagai sumbangsi dalam meningkatkan kualitas pemilu di Indonesia secara khusus di Minahasa.

“Diskusi komunitas ini dilakukan secara rutin untuk membahas segala hal tentang pemilu. Selain saling berbagi pengetahuan, diskusi ini juga menghasilkan rumusan-rumusan sebagai sumbangsi bagi penyelenggara pemilu dan masyarakat.” ujar Lefrando Andre Gosal, Ketua KPPSP Kabupaten Minahasa.

Setelah mendalami sejarah dan perkembangan demokrasi di Minahasa, disadari ternyata peran Minahasa dalam demokrasi di Indonesia tidak bisa dipandang sebelah mata.

“Minahasa adalah pioner demokrasi di Indonesia. Dalam diskusi tadi terungkap bahwa sejarah pemilihan langsung di Indonesia pertama kali dilaksanakan di Minahasa.” jelas Gosal yang juga menjabat sebagai ketua BPH AMAN SULUT.

Diskusi yang berlangsung lebih dari 3 jam, diawali dengan pra wacana oleh Dr Ivan Kaunang M.Hum yang membahas tentang budaya demokrasi hari ini.

Menurut Kaunang, demokrasi adalah suatu proses menuju pada suatu kesepakatan, suatu kesediaan untuk menerima perbedaan pendapat dalam upaya seminimal mungkin satu pendapat untuk kepentingan bersama.

“Kita tidak hanya mewarisi satu atau dua tradisi kaitannya dengan tradisi politik di indonesia. Dimulai dari Budi Utomo 1908, zaman kebangkitan nasional yang melahirkan ekologi budaya di Indonesia dengan kekuasaan feodal dan kekuasaan kolonial.” kata Kaunang yang juga sebagai ketua Dewan Pakar AMAN SULUT.

Kemudian dilanjutkan oleh Rikson Karundeng M.Teol tentang “demokrasi” di Minahasa, dari Tiwa Lumimuut-Toar, amanat Watu Pinawetengan hingga modernisasi Wensel.

Karundeng dalam pemaparannya menjelaskan kalau demokrasi sendiri tidak ada dalam kamus masyarakat Minahasa purba.

“Jika demokrasi yang dimaksud adalah demokrasi dalam bentuk pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat konsep demokrasi itu bisa ditemukan di Minahasa. Egaliter yang terkandung dalam prinsip demokrasi jelas merupakan salah satu nilai budaya yang melekat pada masyarakat Minahasa.” ujar pegiat budaya di Mawale Cultural Center ini.

Menurutnya, nilai-nilai dalam peradaban Minahasa, mulai dari Tu’ur In Tana, Musyawarah Watu Pinawetengan hingga penentuan pemimpin di masing-masing wanua dan roong menunjukan demokrasi yang ideal sudah sejak dahulu dipraktekan di Minahasa. Namun, Karundeng menegaskan kalau hancurnya nilai-nilai tersebut dikarenakan politisasi dan hegemoni di masa kolonialisme Belanda.

Dijelaskannya, Penghancuran itu sejak tahun 1825, di masa itu, Residen J Wensel mengeluarkan sebuah program yang disebut dengan “pemerintahan modern”. Dua sasaran utama Wensel dalam program itu adalah Instelling in the Minahasa (instelling in der Minahasa Raad) yaitu rencana perubahan susunan keanggotaan Dewan Minahasa dan penataan susunan pemerintahan desa.

Kemudian Denni Pinontoan MTeol tentang pemimpin dan kepemimpinan pada masyarakat Minahasa tempo dulu.

Prawacana diakhiri oleh Meidy Y Tinangon MSi selaku ketua KPU Minahasa yang membahas tentang sketsa awal sejarah demokrasi elektoral di Tanah Minahasa.(Rom)