UMP Sulut 2017 Diusulkan Hingga Rp.3,1 Juta Per-Bulan

SULUT, (manadotoday.co.id) – Usulan upah minimum provinsi (UMP) Sulawesi Utara (Sulut) mencapai Rp.3,1 juta perbulan. Hal itu dikatakan Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Sulut, Marcel Sendoh.

“Kami sangat menghargai aspirasi dari masing-masing utusan yang ada dalam dewan pengupahan seperti halnya Serikat Pekerja yang mengusulkan UMP Rp.2.700.000 hingga Rp.3.100.000 perbulan. Sedangkan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), insan akademisi, mengusulkan pada angka Rp.2.598.000 perbulan sesuai dengan formula dari PP Nomor 78 Tahun 2015,” terang Sendoh.

Dijelaskan dia, mengacu pada peraturan pemerintah (PP) Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, pihaknya telah melakukan pembahasan UMP Sulut 2017. Hasil pembahasan itu dalam tahap perampungan usulan rekomendasi dari dewan pengupahan terkait adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

“Kalau sudah rampung maka hasil laporan akan dilaporkan dan serahkan ke pak Gubernur Sulut (Olly Dondokambey) yang mempunyai kewenangan. Kalau hasil dari dewan pengupahan hanya memberikan usulan dan rekomendasi berupa angka-angka saja,” ujar Sendoh.

Lanjut mantan Kepala Biro Hukum Setdaprov Sulut ini, hasil pengumuman UMP Sulut 2017, akan dilakukan pada bulan November 2016 nanti.

“UMP ini akan mulai diberlakukan per Januari 2017 mendatang itu tergantung inflasi Nasional dan pertumbuhan ekonomi secara Nasional,” tukasnya.

Sendoh menambahkan, berdasarkan surat Kementerian Tenaga Kerja tentang inflasi dan pertumbuhan ekonomi Nasional pada 2016 kenaikan 8, 25 persen. Sedangakn kenaikan 2016 inflasi 11 persen. Dimana kebutuhan Hidup Layak (KHL) itu juga bervariasi rata-rata diatas, tidak dibawah KHL 23,5. kalau ikut KHL tetap merujuk pada PP 78 Tahun 2015 merujuk pada pertumbuhan inflasi dan ekonomi Nasional 8,2.

“Dimana inflasi Nasional sekarang ini ada pada 3,07 persen dan pertumbuhan ekonomi 5,18 persen, dan Sulut kebetulan tiga teratas di Indonesia dengan UMP tertinggi dibawah Jakarta dan Papua jika ada kenaikan 8,25 persen,” jelas Sendoh.

Sementara itu, Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Tommy Sampelan, mengatakan, berdasarkan pertimbangan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, KHL kemudian pertimbangan tentang kearifan lokal dimana tidak mungkin ada pemerataan antara daerah dan nasional.

“Kondisi pergerakan ekonomi berbeda-beda. Kita tidak bisa samakan kebutuhan para pekerja buruh contohnya di Jawa dengan Sulut. Kecuali komitmen pemerintah mampu mengatur peregerakan ekonomi secara Nasional, itu alasan. Kalau hukumnya tentang indikator UU 13 Tahum 2003,” ungkap Sampelan. (ton)