RUU Miras Dinilai “Amputasi” Petani Cap Tikus

Petani Cap Tikus, RUU Miras ,minahasa selatan,
Cap Tikus

AMURANG, (manadotoday.co.id) – Rancangan Undang-undang (RUU) Minuman keras beralkohol yang saat ini masih sementara digodok oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia (RI), dinilai sebagian besar kalangan petani Cap Tikus (minuman tradisional beralkohol khas Minahasa) Minahasa Selatan (Minsel) adalah upaya pemerintah mematikan penghasilan warga khususnya para Petani Cap Tikus.

“RUU Miras hanya untuk mengamputasi produk cap tikus yang merupakan penghasilan sebagian besar petani di Kecamatan Motoling Raya, Kumelembuai, Ranoiapo dan sejumlah daerah lainnya di Minsel,” kata Steven Lumowa warga Wanga Kecamatan Motoling Timur.

Apalagi menurut Lumowa, jika nantinya RUU Miras tidak akan memberikan jaminan bagi petani Cap Tikus dalam memasarkan produksinya.

“Artinya, ketika RUU disahkan harus ada solusi pemerintah terhadap produksi Cap Tikus itu sendiri. Apakah akan dibuat souvenir atau menjadi bahan baku untuk kesehatan seperti Bio etanol. Sehingga Petani Cap Tikus, bisa mendapatkan penghasilan dari produksi tersebut, ”ujar Lumowa.

BACA JUGA:

Dondokambey: Hubungan Pemerintah dan Buruh Diharapkan Berjalan Baik

Bupati Mitra Janji Bea Siswa ke Luar Negeri kepada Dua Siswa SMA-SMK Berprestasi

Warga Minta Pemkab Minahasa Timbun “Kawasan Sepeet” di Kawangkoan

Meriah, Pawai Hardiknas di Kota Tomohon

Dihadiri Dubes Serbia dan Montenegro, Gubernur Sulut Resmikan Ruangan JIPS

Lumowa khawatir, jika RUU Miras disahkan tanpa ada solusi yang terbaik bagi para petani Cap Tikus, dipastikan akan ada ribuan warga yang kehilangan pekerjaan dan ribuan anak sekolah yang akan terancam putus sekolah.

“Di Minsel Banyak, yang jadi “orang” atau berhasil dalam Pendidikan dan usaha lainnya, hanya karena hasil Cap Tikus. Karena itu RUU Miras diharapkan dapat ditinjau kembali, atau jika dijadikan produk UU harus mengedepankan asas manfaat bagi masyarakat. Artinya ada jaminan UU tersebut tidak mematikan usaha masyarakat dalam memenuhi kebutuhan,” tandas Lumowa.

Jangan kemudian menggenalisir Cap tikus menjadi faktor utama penyebab kriminalitas. Sebab kriminalitas terjadi bukan hanya disebabkan oleh Cap tikus, hal tersebut terjadi karena ulah oleh oknum. Dan Cap Tikus jika dikonsumsi sesuai takaran akan baik untuk kesehatan.

“Karena itu kami berharap Pemprov Sulut, DPRD Sulut, Pemkab dan DPRD Minsel serta elemen masyarakat lainnya, dapat memperjuangkan nasib perani Cap tikus di Minsel,” tukasnya. (lou)

Berikut gambaran draf RUU Larangan Minuman Beralkohol yang diperoleh dari berbagai sumber:

Bab I, Pasal 1 berisi uraian detail tentang pengertian minuman beralkohol, yakni minuman yang mengandung etanol (C2 H5 OH) hasil pertanian. Etanol hasil pertanian mengandung karbohidrat yang diperoleh dengan cara fermentasi dan destilasi, atau fermentasi tanpa destilasi dengan cara memberikan perlakuan terlebih dulu atau sebaliknya.

Pasal 2 berisi larangan minuman beralkohol berasaskan perlindungan, kepastian hukum, keberlanjutan, dan keterpaduan. Pasal 3 berisikan tujuan larangan minuman beralkohol dengan tujuan melindungi masyarakat dari dampak negatif yang ditimbulkan, menumbuhkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya minuman beralkohol, serta menciptakan ketertiban dan ketentraman di masyarakat dari gangguan yang ditimbulkan oleh peminum minuman beralkohol.

Bab II yang mencakup Pasal 4 berisi klasifikasi jenis minuman beralkohol yang dilarang. Mulai dari golongan A yang merupakan minuman beralkohol dengan kadar etanol lebih dari 1% hingga 5%, golongan B dengan kadar melebihi 5% hingga 20%, golongan C dengan kadar melebihi dari 20% hingga 55%, minuman beralkohol tradisional dengan berbagai jenis nama, serta minuman beralkohol racikan.

Bab III Pasal 5 berisi setiap orang dilarang memproduksi minuman beralkohol (minol) golongan A, B, C, minuman beralkohol tradisional, serta minuman beralkohol campuran dan racikan. Pasal 6 berisi setiap orang dilarang memasukan, menyimpan, mengedarkan dan/atau menjual minol seluruh jenis dan Pasal 7 setiap orang dilarang mengonsumsi seluruh jenis minol. Di pasal 8 ayat 1 diatur pengecualian untuk kepentingan terbatas dan ayat 2 dijelaskan ketentuan tersebut nantinya akan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP).

Bab IV mencakup Pasal 9 ayat (1), yang isinya pemerintah pusat dan daerah berwenang melaksanakan pengawasan minuman beralkohol mulai dari produksi, memasukan, menyimpan, mengedarkan, menjual, dan mengonsumsi. Sedangkan di ayat 2 diatur pengawasan minol dilaksanakan tim terpadu yang dibentuk pemerintah pusat dan daerah.

Pasal 10 ditegaskan siapa saja yang dimaksud tim terpadu itu, yaitu Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Kepolisian RI, Kejaksaan Agung, dan perwakilan tokoh agama/masyarakat.

Pasal 11 hanya berisi penegasan tim terpadu yang dibentuk pemerintah daerah. Kemudian Pasal 13 berisi penjelasan tim terpadu melaksanakan pengawasan secara berkala. Sementara di Pasal 14 berisi masalah pendanaan pengawasan yaitu tingkat nasional bersumber dari APBN sedangkan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota APBD.

Di Pasal 15 dijelaskan bila dalam pengawasan menunjukkan adanya bukti awal telah terjadi tindak pidana, penyidikan segera dilakukan oleh penyidik yang berwenang dengan ketentuan UU.

Bab V, mencakup pasal 16 terdiri dari 3 ayat berisi pengawasan dan peran serta masyarakat.

Bab VI mengatur ketentuan pidana. Di pasal 17 diatur ancaman pidana yang diusulkan dalam draft awal bagi produsen dan distributor termasuk penjual diancam minimal 2 tahun maksimal 10 tahun penjara. Denda yang diajukan adalah Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.

Sementara ancaman pidana yang diusulkan bagi konsumen adalah 3 bulan penjara dan maksimal 2 tahun sedangkan dendanya Rp 10 juta hingga maksimal Rp 50 juta yang diatur dalam pasal 18. Di pasal 19 diatur bila peminum mengganggu ketertiban umum atau mengancam keamanan orang lain dipidana paling sedikit 1 tahun, paling lama 5 tahun dan denda paling sedikit Rp 20 juta dan denda paling banyak Rp 100 juta. (berbagai sumber)