Sumarsono dan Pimpinan DPRD Sulut Gelar Rapat Tertutup

Pengamat: Pejabat Harus Jadi Penggerak Transparansi Publik

SULUT, (manadotoday.co.id) – Di era keterbukaan informasi publik sekarang ini, ternyata belum sepenuhnya “dipahami” pihak Eksekutif dan Legislatif di Provinsi Sulawesi Utara (Sulut).

Seperti halnya yang terjadi pada audiensi yang dilakukan Pimpinan DPRD Sulut bersama penjabat Gubernur DR. Sumarsono MDM, di kantor Gubernur, Senin (12/10/2015).

Rapat yang digelar di ruang kerja Gubernur itu, dilakukan secara tertutup. Informasi yang beredar, pimpinan DPRD Sulut tak mau ‘isi perut’ mereka diketahui publik lewat pemberitaan media massa.

Materi rapat yang digelar pukul 11.30 Wita hingga pukul 13.30 Wita itu, hanya diketahui penjabat Gubernur beserta pejabat Eselon Dua dan tentu saja pimpinan DPRD Sulut.

Juru bicara Pemprov Sulut, Roy Saroinsong ketika dikonfirmasi wartawan, tak menampik terkait rapat tertutup itu.

“Mohon maaf teman-teman wartawan, rapat tersebut tertutup,” ungkap Saroinsong.

Sontak saja, pertemuan resmi namun ‘Silent’ itu mendapat kritikan tajam dari pengamat politik dan pemerintahan Sulut, Taufik Tumbelaka. Menurutnya, pejabat daerah yakni Eksekutif dan Legislatif harus menjadi motor penggerak transparansi di daerah, jangan lagi ada rapat rapat tertutup, yang selama ini ikut menyuburkan korupsi yang melibatkan politikus dan pejabat daerah.

Tumbelaka mengingatkan tentang kewajiban pemerintah dan DPRD untuk menyampaikan informasi publik dengan cara berkala, sedia setiap saat, dan serta merta.

“Tapi selama ini justru ditunjukkan dengan perilaku pejabat publik yang melakukan tugas-tugas negara dengan ketertutupan. Padahal hasil rapat, bahkan risalah pertemuan itu bagian dari informasi publik, yang wajib disampaikan ke publik, baik langsung maupun tidak langsung. Tidak hanya pers yang bisa mengakses, tapi juga setiap orang. Itu di jamin di UU KIP,” ungkapnya.

Tumbelaka mengingatkan, Presiden dan Wakil Presiden RI, hingga kabinetnya sudah kerap mengingatkan tentang prilaku pejabat publik yang tertutup.

“Rapat saja tertutup, apalagi bahas rapat anggaran yang harus dilakukan secara terbuka,” tegasnya.

Dengan terbuka, lanjut dia lagi, publik akan ikut mengawasi proses kinerja pemerintah dan DPRD, juga penduduk Sulut semestinya berhak mengetahui apa apa yang dilakukan badan publik hingga pejabat publiknya.

“Karena jelas yang terjadi selama ini, rakyat diabaikan dalam urusan pemerintah dan DPRD termasuk soal anggaran. Pemerintah bersama DPRD selalu menggelar rapat, apalagi soal anggaran secara tertutup. Ini adalah contoh yang sangat tidak mendukung transparansi,” tandasnya. (ton)